TRIBUNNEWS.COM - SS (50), bakal calon legislatif (Bacaleg) PDIP di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) babak belur diamuk massa.
SS dikeroyok massa karena diduga telah mencabuli putri kandungnya sendiri.
Buntut dari tuduhan itu, SS juga dipecat dari PDIP.
Belakangan terungkap bahwa tuduhan tersebut tidaklah benar.
Anak sulung SS telah memberikan pengakuan bahwa itu hanya kesalahpahaman.
Lantas siapa sosok SS?
Baca juga: Nasib Bacaleg Diduga Cabuli Anaknya di Lombok Barat: Diamuk Warga, Dipecat Partainya, Gagal Nyalon
Dilansir TribunLombok.com, SS merupakan warga Desa Sekotong Tengah, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat.
Ia adalah Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) PDIP di Lombok Barat.
SS juga terdaftar sebagai bacaleg dari PDIP.
Kini, ia dipecat dari partainya setelah dituduh telah mencabuli putri kandungnya.
Pemecatan terhadap SS itu dibenarkan oleh Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Lombok Barat, Sardian.
Sardian mengatakan, pemecatan itu berdasarkan hasil rapat internal di tingkat DPC, Senin (17/7/2023).
Dikatakannya, pemecatan itu sebagai bentuk tindakan tegas partai terhadap kader yang melakukan pelanggaran.
"Sikap tegas itu memang kami memecat SS dari struktural partai, kebetulan beliau ini Ketua PAC Kecamatan Sekotong," ungkap Sardian.
Hasil rapat juga memutuskan mencabut berkas pencalonan SS sebagai anggota legislatif dari Dapil 2 Sekotong-Lembar.
"Nanti kami akan ke KPU untuk pencabutan nama agar tidak lagi menjadi calon legislatif dari PDIP dari Dapil 2," terangnya.
Ternyata tidak benar
Sudah terlanjur dipecat, ternyata kabar yang menyebut SS melakukan tindakan cabul kepada anaknya tidaklah benar.
Hal itu diperkuat dengan pengakuan anak sulung SS yang mengaku mendapat intimidasi dari orang tak dikenal (OTK).
Kuasa hukum SS, Moh Tohari Azhari mengatakan, anak sulung SS dintimidasi oleh OTK pada Minggu (16/7/2023).
Ketika itu, anak sulung SS dibawa ke salah satu rumah yang berada di wilayah Sekotong, Lombok Barat.
Di rumah itu, OTK tersebut meminta agar anak sulung SS melapor bahwa adiknya yang masih di bawah umur dicabuli oleh ayah kandungnya.
"Setelah dibawa ke sana, (selain) diinterogasi tetapi juga diarahkan ke Polres untuk membuat laporan," ujarnya.
Anak sulung SS yang mendapat intimidasi itu ketakutan hingga akhirnya menuruti kemauan OTK tersebut.
"Atas arahan oknum ini ada intimidasi dan rasa ketakutan maka dia (anak sulung SS) ikuti kemauannya (OTK)," terangnya.
Dijelaskan Tohari, selain intimidasi dari OTK, juga ada kesalahpahaman antara anak sulung SS dengan warga.
Baca juga: Sudah Babak Belur dan Dipecat, Ternyata Bacaleg di Lombok Tak Berbuat Cabul, Anak Diintimidasi OTK
Anak SS pernah bercerita kepada warga bahwa dirinya pernah dirusak oleh sang ayah.
Tohari menduga, kalimat itu dijadikan asumsi warga, bahwa SS telah mencabuli anaknya sendiri.
"Yang dirusak ini bukan berarti merusak harga dirinya (tapi kekecewaan)."
"Ada keinginan dari anak ini yang ingin dibelikan, tapi berkali-kali dijanjikan tidak dibelikan, tidak pernah ditepati," jelas Tohari.
Tohari pun memastikan bahwa kliennya tidak pernah melakukan tindakan cabul terhadap anak kandungnya.
Babak belur diamuk massa
Sebelumnya, akibat kesalahpahaman yang terjadi antara anak sulung SS dan warga, SS diamuk massa hingga babak belur.
Masih dari TribunLombok.com, mulanya pelaku dilaporkan keluarga ke salah satu tokoh masyarakat di Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Minggu (16/7/2023).
Kapolsek Sekotong, Iptu I Kadek Sumerta mengatakan, SS kemudian diundang untuk mediasi bersama sejumlah tokoh masyarakat.
"Jadi kemarin korban dan pelaku datang ke rumah mamik bersama salah satu anggota DPRD di sana. Di sana sempat dibahas jalan keluar dugaan persetubuhan itu bagaimana," terangnya.
Namun, di sela-sela mediasi, ada warga yang mengumumkan soal perbuatan SS di toa masjid.
Warga yang mendengar kabar itu kemudian langsung mencari keberadaan SS.
"Pas ada informasi pelaku ini ditangkap sama massa. Di sanalah terjadi (penganiayaan)," ujar Sumerta.
Kasus diambil alih Polda NTB
Soal kasus dugaan asusila, saat ini, penanganannya telah diambil alih oleh Subdit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Diterskrimum Polda NTB.
Sementara untuk kasus pengeroyokan ditangani Polres Lombok Barat.
Demikian disampaikan oleh Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Arman Asmara Syarifuddin.
"Untuk kasus tentang diduga secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, ditangani Polres Lombok Barat," ujarnya, Rabu (19/7/2023).
Dia meyakinkan masyarakat bahwa penanganan terkait kasus tersebut dilakukan secara profesional.
"Polda NTB dan jajaran telah melakukan langkah-lankah yang diperlukan untuk mengusut kasus tersebut secara menyeluruh."
"Serahkan penanganan dan penyelesaian kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian agar dapat diproses sesuai hukum dan peraturan yang berlaku," tandasnya.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunLombok.com/Robby Firmansyah)