UNHCR dan para mitra telah berada di lokasi pendaratan, bekerja sama erat dengan pihak berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka yang telah mendarat, termasuk banyak perempuan dan anak-anak.
UNHCR dan para mitra siap juga mendukung masyarakat dan pihak berwenang setempat untuk menanggapi kebutuhan mereka yang munkin mendarat di waktu mendatang.
Selain perahu yang saat ini masih dalam kesulitan, laporan menunjukkan bahwa setidaknya satu perahu lain mungkin berada di laut. Kemungkinan lebih banyak kapal akan berangkat dari Bangladesh dan Myanmar dalam waktu dekat, karena pengungsi Rohingya terus mencari keamanan dan perlindungan.
"Para pengungsi Rohingya sekali lagi mengambil risiko yang mempertaruhkan nyawa dalam mencari solusi," kata dia.
Baca juga: 1 Orang WN Bangladesh Jadi Tersangka Kasus Penyelundupan Rohingya di Aceh, 3 Orang Lagi Jadi Buronan
Perjalanan berbahaya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki peluang dan yang telah kehilangan harapan. Saat krisis global semakin meningkat dan sumber daya kemanusiaan semakin berkurang, semua orang harus segera bertindak untuk menyelamatkan nyawa, dan juga segera memperluas solusi.
Staf Khusus Menteri Luar Negeri Bidang Penguatan Infrastruktur Diplomasi sekaligus Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal menyebut Indonesia tidak memiliki kewajiban menampung pengungsi berdasarkan Konvensi Pengungsi 1951.
"Yang jelas Indonesia bukan Pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Lalu Iqbal.
Ia menjelaskan, adapun pertolongan yang diberikan pemerintah Indonesia yaitu penampungan itu semata-mata karena alasan kemanusiaan.
"Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," ungkap dia.
Lalu Iqbal menjelaskan bahwa dari penanganan selama ini teridentifikasi kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia.
"People-smuggler yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak diantara mereka terindentifikasi korban TPPO," jelas Iqbal.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan Indonesia sedang mencari lokasi penampungan lain, lantaran lokasi penampingan yang saat ini berdiri sudah tak lagi muat menampung para pengungsi.
"Kami menganut diplomasi kemanusiaan. Karena sifatnya kemanusiaan maka kami sedang mencari jalan untuk nanti dicarikan tempat penampungan, karena yang ada sudah tidak muat," kata Mahfud.
Nantinya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan mengkoordinir rapat bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di tiga provinsi yakni Aceh, Sumatera Utara dan Riau untuk pembahasan mengenai lokasi penampungan sementara.