Dalam video itu, mereka menyatakan permintaan maaf atas video viral soal temuan mayat di lantai 9.
Mereka juga menyampaikan, bahwa yang berada di dalam boks biru itu merupakan properti manekin atau boneka dan bukanlah mayat.
Kemudian, ditengah kegaduhan pihak Unpri pun sempat angkat bicara melalui wakil dekan fakultas kedokteran dan alumnus.
Dalam videonya, mereka menyatakan mayat tersebut adalah kadaver yaitu tubuh manusia yang diawetkan.
Pihak Unpri juga mengaku menyesalkan tindakan oknum dari Polrestabes yang tidak koordinasi, karena pimpinan fakultas tidak dimintai keterangan secara resmi.
Lalu, Kapolda Sumut Irjen Agung Setya Imam Effendi pun sempat memberikan keterangan, terkait dugaan adanya temuan mayat tersebut.
Kapolda juga menjelaskan bahwa, mayat yang ditemukan oleh penyidiknya itu merupakan Kadaver.
Kata Irvan, LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan hak asasi manusia atau HAM, menduga banyaknya kejanggalan terkait kadaver di Unpri.
"Perlu diketahui Kadaver sebagai penunjang pendidikan kedokteran di bidang anatomi (ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh manusia)," sebut Irvan.
"Dalam proses mendapatkan donor mayat atau kadaver tersebut diperoleh dengan dua proses yakni Toe-eigening (Proses Pemilikan) dan Levering (Penyerahan)," sambungnya.
Dijelaskannya, dikutip dari Jurnal Pemanfaatan Cadaver Untuk Praktik Kedokteran, proses Toe-eigening Kadaver adalah proses pemilikan kadaver.
Proses ini untuk memperoleh kadaver lebih dikhususkan kepada kadaver (donor mayat atau jenazah) yang berada di rumah sakit, dengan keadaan identitasnya tidak dapat diverifikasi atau tanpa identitas.
Sedangkan proses levering disebut proses penyerahan kadaver yang berfondasikan atas hibah, atau suatu bentuk persetujuan oleh seseorang semasa hidupnya.
"Oleh karena itu LBH Medan menduga banyak kejanggalan terkait kadever tersebut," ucapnya.