News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengungsi Rohingya

Mahasiswa Unjuk Rasa Tolak Pengungsi Rohingya, JRS Sebut Warga Terpecah karena Hoaks

Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengungsi Rohingya yang baru tiba berkumpul dan beristirahat di sebuah pantai di Laweueng, Kabupaten Pidie di provinsi Aceh, Indonesia pada 10 Desember 2023. Lebih dari 300 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terdampar di pantai barat Indonesia pada 10 Desember. pemerintah setempat membiarkan mereka dalam ketidakpastian tanpa adanya kepastian mengenai tempat berlindung

TRIBUNNEWS.COM, SABANG -  Gelombang penolakan kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh kembali terjadi.

Kali ini, sejumlah pemuda yang mengatasnamakan diri aliansi mahasiswa dan masyarakat Kota Sabang menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Simpang Garuda, Kota Sabang, Senin (18/12/2023).

Mahasiswa dan masyarakat itu datang menggunakan puluhan kendaraan.

Baca juga: Viral Pengungsi Rohingya Masuk NTT dengan KTP Palsu, DPR: Bukti Pengawasan Sangat Lemah

Mereka sudah berkumpul di Simpang Garuda Sabang sejak pukul 16.00 WIB.

Saat unjuk rasa, mereka menyatakan menolak kehadiran imingran Rohingya yang tetap berada di Kota Sabang.

Selain melakukan orasi, peserta aksi juga membawa spanduk berisikan protes.

Di antaranya bertuliskan “Masyarakat jangan menjadi pengkhianat, usut semua masyarakat lokal yang menjadi agen perdagangan manusia," demikian salah satu isi spanduk tersebut.

Warga disebut terpapar hoaks

Senior Legal Services Officer Jesuit Refugee Service (JRS), Gading Gumilang Putra mengatakan, narasi negatif yang berujung pada hoaks tentang Rohingya telah menyebar di seluruh media sosial.

“Narasi sistematis mengenai penolakan, kebencian, dan hoaks di medsos menjadi isu nasional,”

“Sehingga di lapangan, kapal yang berlabuh tidak mendapatkan respon yang biasanya terjadi secara ad hoc maupun secara Perpres,” ungkap Gading dalam diskusi publik secara daring bertajuk “Mencari Solusi Persoalan Pengungsi Rohingya di Indonesia”, Senin (11/12/2023).

Baca juga: Pengungsi Rohingya di Aceh Jadi Tersangka TPPO, Dibayar Rp17 Juta untuk Satu Orang

Di tengah situasi tersebut, lanjut Gading, lembaga kemanusiaan masih melihat warga yang memberikan bantuan makan dan pakaian, meskipun ada juga ketakutan saat menolong.

Di sisi lain, Gading tak menampik jika memang ada isu mengenai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Dikatakannya TPPO memang perlu penindakan, sayangnya smuggler trafficker (penyelundupan) menjadi opsi mengungsi karena tidak ada jalur aman dan legal. 

Gading pun menyebutkan bahwa para pengungsi adalah korban, bukan pelaku.

“Karena narasi negatif yang beredar di media sosial, demonstrasi dan penghadangan terjadi. Beberapa pengungsi tertahan di pantai dan ada yang dibawa dari satu daerah ke daerah lain,”

“Pemberitaan di media sosial berdampak langsung bagi lembaga kemanusiaan dan pengungsi, serta kepada warga menjadi terpecah belah karena hoaks,” sesalnya.

Gading pun mengulas mengenai alasan Etnis Rohinghya mengungsi.

Dikatakannya, kelompok etnis muslim dari Myanmar itu tidak bisa pulang karena mengalami persekusi selama puluhan tahun.

Baca juga: Kapten Kapal Jadi Tersangka Kasus Dugaan Penyelundupan 137 Etnis Rohingya ke Aceh

Menurutnya, Etnis Rohingya menjadi populasi tanpa warga negara terbesar di dunia.

Sejak 1977-1978, mereka telah kehilangan kewarganegaraan.

Sementara pada tahun 1979 sempat ada repatriasi dari Bangladesh.

Kemudian pada 1982 ada konstitusi yang membuat mereka tidak memiliki status warga negara Myanmar.

Kerja paksa, pemindahan paksa, rudapaksa, dan berbagai penjajahan etnis membuat Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

Namun karena tidak ada kejelasan dan sanitasi yang buruk, maka di Bangladesh-pun ditolak di kamp-kamp pengungsi.

Kondisi kamp sangat buruk dan kondisi mereka semakin rentan karena eksploitasi dan kekerasan.

Bahkan pada 2017 ada kampanye anti Rohingya.

Kemudian pada tahun 2021 karena kondisi Myanmar juga bergejolak termasuk kepada etnis lain, sedangkan di Bangladesh juga tidak layak karena akses pendidikan dan pekerjaan masih seperti penjajahan, maka Indonesia menjadi satu-satunya harapan, ketika mereka ditolak di Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara lain.

Baca juga: Ratusan Warga Jaga di Pantai Mantak Tari Aceh, 5 Kapal Membawa Etnis Rohingya Tak Berani Berlabuh

Gading lalu mengungkapkan riwayat kedatangan etnis Rohingya di Aceh.

Dalam catatan JRS dari tahun 2009 ada 28 kali kedatangan.

Gading juga menjelaskan pola penanganan berdasarkan Perpres No. 125 Tahun 2016 yaitu penemuan, penampungan, penanganan, hingga ke pengawasan keimigrasian.

Kolaborasi pemda, warga, lembaga kemanusiaan, dan lembaga internasional diperlukan terutama perlindungan terhadap pengungsi anak-anak dan perempuan.

“Sampai sekarang belum ada keimigrasian yang legal dan aman. Sesuai Perpres sebenarnya sudah clear dari tempat penemuan hingga ke shelter yang jauh dari pemukiman,” ujarnya. 

Penulis: Aulia Prasetya

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul BREAKING NEWS - Ratusan Mahasiswa dan Masyarakat Demo Tolak Pengungsi Etnis Rohingya di Sabang

dan

Banyak Narasi Negatif Terkait Pengungsi Rohingya di Medsos, JRS: Warga Terpecah Belah karena Hoaks

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini