"Dari Halim (ke Jakarta Pusat) nambah lagi perjalanan, nambah biaya dan waktu," katanya.
Begitu juga dengan di Bandung. Orang dari Stasiun Bandung harus ikut feeder ke Padalarang, memang feeder-nya hanya 15-18 menit.
"Tapi kan jadwal feeder tak setiap saat, antrean, prosesnya dan lain sebagainya."
"Jadi secara total hampir sama (waktunya perjalanan menggunakan Argo Parahyangan dan kereta cepat)."
"Bahkan Jakarta-Bandung menggunakan travel rata-rata 2 jam setengah, secara total dengan waktu kereta cepat hampir sama," ujarnya.
General Manager Corporate Secretary KCIC, Eva Chairunisa, mengatakan, ada sejumlah faktor yang memengaruhi penentuan dynamic pricing.
Selain jam sibuk (peak hour) atau bukan, tarif dinamis juga ditentukan momen liburan (high season atau low season).
Tarif juga dinamis tergantung kerja atau akhir pekan.
"Pada high season atau peak hour akan ditawarkan tarif yang lebih tinggi. Sebaliknya pada momen off peak, tarif akan lebih murah," kata Eva.
"Dengan penggunaan skema baru ini, tarif Whoosh kelas premium economy akan berkisar Rp 150 ribu, Rp 175 ribu, Rp 200 ribu, Rp 225 ribu, hingga Rp 250 ribu," ujarnya.
Tarif lainnya, seperti business class, tetap Rp 450 ribu dan untuk first class tetap Rp 600 ribu.
Menurutnya, penerapan dynamic pricing ini akan terus dipantau.
"Dievaluasi agar dapat terus sesuai dengan kebutuhan penumpang dan operasional Whoosh," ujarnya. (lutfi ahmad mauludin)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tarif Kereta Api Whoosh Rp 150 Ribu-Rp 250 Ribu, Pengamat: Angkutan Umum Jangan Saling Membunuh