TRIBUNNEWS.COM - Sepasang suami istri (pasutri) melakukan aksi demo di depan Markas Besar Kepolisian Daerah Maluku, untuk menuntut keadilan atas anaknya, Faizul Rahman (21), Kamis (8/2/2024).
Faizul ditangkap setelah lolos seleksi tamtama.
Padahal, ia akan berangkat mengikuti Pusdik Brimob Polri di Watukosek, Jawa Timur, Sabtu (10/2/2024).
Atas alasan itu, Abdul Majid dan istrinya, Halimah membawa spanduk dan berdiri di depan pintu gerbang Markas Besar Polda Maluku.
Aksi itu sebagai bentuk protes dan kekecewaan mereka terhadap apa yang dialami sang putra.
"Pak Kapolda Kenapa Beta Anak Batal Berangkat Pendidikan?" tulis spanduk yang dibawa pasangan suami istri itu, dilansir TribunAmbon.com.
Melansir Kompas.com, Faizul diamankan di rumahnya di kawasan Baru Merah Dalam Kapala Air, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Kamis siang.
Dia ditahan di Polsek Sirimau atas dugaan tindak kekerasan yang dilakukan pada Februari 2021.
Hal tersebut dirasa janggal dan aneh, lantaran penahanan baru dilakukan pada 2024.
Ditambah lagi, Faizul telah lulus semua tahapan tes. Bahkan ia telah menandatangani surat keberangkatan mengikuti pendidikan di Surabaya.
Menurutnya, jika anaknya dalam proses hukum, maka seharusnya Faizul tidak mungkin lolos tahapan seleksi Tamtama.
Baca juga: Casis Tamtama Polri Batal Berangkat Pendidikan dan Jadi Tersangka, Ini Penjelasan Polda Maluku
"Anak saya baru dijadikan tersangka setelah lulus tes dan akan berangkat esok lusa."
"Kalau memang dia bersalah kenapa kejadian dari 2021, lalu 2024 ini baru dia jadi tersangka."
"Kenapa setelah mau berangkat, sedangkan dia urus semua berkas kan lewat kepolisian," ungkap Majid, Kamis.
Dalam kesempatan itu, Majid juga mengatakan, bahwa anaknya merupakan korban salah tangkap proses hukum yang berjalan tak adil.
Mestinya, kata Majid, jika terbukti bersalah di 2021, anak sulungnya itu sudah diproses.
Dengan begitu pada seleksi berkas administratif, Faizul harus dinyatakan gagal.
"Anak saya tidak melakukan kesalahan tapi dia dituduh sebagai tersangka," tandasnya.
Atas dasar itulah, Majid dan istrinya melakukan aksi tersebut.
Bahkan, Halimah sampai menangis sesenggukan sambil membentangkan poster di depan gerbang Mapolda Maluku.
Tak lama kemudian, pasangan suami istri itu didatangi petugas kepolisian.
Keduanya lantas di antar ke ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Setelah sekira 40 menit memberikan keterangan, Majid dan Halimah didampingi kuasa hukum mereka, Adam Hadiba menuntut pertanggungjawaban pihak kepolisian.
Baca juga: Orang Tua Kecewa Anaknya jadi Tersangka setelah Lolos Tamtama: Kejadian 2021, Kenapa Baru Ditangkap?
"Pertama kali tuntut keadilan soal proses penyelidikan Polsek Sirimau terhadap Faizul."
"Kami juga minta Pak Kapolda perintahkan jajarannya untuk identifikasi masalah ini lebih lanjut."
"Ini kejadian sudah tiga tahun dan di 2023 Faizul ini belum ditetapkan tersangka," ujar Hadiba.
Kejanggalan Prosedur Hukum
Diwartakan TribunAmbon.com, Hadiba mengatakan, ada kejanggalan dalam prosedur penahanan terhadap Faizul.
Menurutnya, dugaan penganiayaan itu telah dilaporkan pada 24 Februari 2021.
Namun, baru pada 25 Oktober 2023, Faizul ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
Padahal selama rentang waktu itu, Faizul mengikuti seluruh tahapan seleksi Tamtama Polri 2023.
Termasuk juga pengurusan berkas administrasi berkelakuan baik di Polsek Sirimau.
"Artinya secara administrasi, secara hukum dia melakukan tes pendaftaran sampai tahap akhir dia sudah ikut."
"Sampai dia lulus sudah 90 persen itu tidak ada hambatan," ungkap Hadiba, Kamis.
Namun, saat Faizul sudah lolos seleksi dan siap mengikuti pendidikan di Pusdik Brimob Polri Watukosek, ia malah ditahan.
Selain itu, Hadiba mengungkapkan, bahwa yang melakukan penganiayaan bukanlah Faizul, melainkan adiknya, Ali.
"Pada saat kejadian 2021 itu adiknya yang melakukan penganiayaan bukan dia."
"Itu menurut keterangan yang saya ambil dari keluarga, kedua orang tua maupun tetangga," jelasnya.
Polda Maluku Beri Kesempatan
Baca juga: Syarat dan Cara Daftar Tamtama TNI AD 2024, Pendaftaran Dibuka 1 Februari 2024
Terpisah, Kabid Humas Polda Maluku, Roem Ohoirat membenarkan terkait penangkapan Faizul.
Roem mengatakan, pihak kepolisian telah mengupayakan agar kasus penganiayaan itu diselesaikan secara damai pada 2021.
Namun, seiring berjalannya waktu, tidak ada kesepakatan damai antara Faizul dengan korban yang merupakan tetangga.
"Sebenarnya kedua pihak ingin berdamai tapi kok tidak damai," ujar Roem saat dikonfirmasi Kompas.com via telepon, Jumat (9/2/2024).
Kemudian, pada 2023, Faizul dan adiknya ditetapkan sebagai tersangka.
"Sampai 2023 karena laporan polisi harus diselesaikan maka penyelidikan tetapkan dua kakak adik jadi tersangka."
"Kami beri kesempatan selesaikan, tapi tidak bisa sementara pelaku diketahui adalah casis sehingga diberi kesempatan damai," terangnya.
Roem menyebut, pihaknya memberikan kesempatan sampai besok pagi, Sabtu (10/2/2024), agar kasus penganiayaan itu diselesaikan secara damai dan mencabut laporan.
Ia memastikan, jika terjadai perdamaian dan ada pencabutan laporan maka pihak Polda Maluku dapat mempertimbangkan memberangkatkan Faizul ke Surabaya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunAmbon.com dengan judul Demo di Polda Maluku, Penjual Roti Keliling Protes Anaknya Ditangkap Setelah Lolos Seleksi Tamtama
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, TribunAmbon.com/Jenderal Louis MR, Kompas.com/Priska Birahy)