Pasalnya, dirinya terdata mengurus kartu kredit pada 7 Februari 2021 dan disebutkan sebagai camat.
"Padahal saat itu saya menderita Covid-19 dan menjalani isolasi, sehingga tidak mungkin pergi ke bank untuk urusan perbankan," kata Ucok.
"Jika disebut sebagai camat, juga tidak tepat. Saya jadi Camat Sidomukti pada 2000 sampai 2002, pensiun pada 2009.
Setelah pensiun itu saya menjadi tenaga legal di PT. Tripilar dan baru memiliki rekening Bank itu karena gaji melalui payroll," terangnya.
Ucok mengaku telah mendatangi kantor bank plat merah di Kota Salatiga untuk meluruskan permasalahan tersebut.
"Saya lalu dihubungkan ke karyawan di Semarang, namun ternyata jawabannya tidak memuaskan dan ada potensi penyalahgunaan data nasabah," kata dia.
Baca juga: MRT Jakarta Perluas Opsi Pembelian Tiket Pakai Kartu Kredit dan Debit
"Bank, apalagi ini BUMN, tidak bisa seenaknya mengirim surat tagihan seperti itu.
Apalagi, saat saya meminta penyelesaian, termasuk riwayat belanja dan lainnya, tidak diberikan. Ini kan aneh," kata Ucok.
Kemudian, lanjut Ucok, pihak bank langsung menyatakan tagihan tersebut dihapuskan.
"Tidak bisa seperti itu, ada surat yang ditujukan secara pribadi ada fisik suratnya.
Ini kan tidak bisa ditarik karena sudah sampai ke saya," ujarnya.
Dia pun merasa dirugikan dan telah menunjuk pengacara untuk menangani persoalan yang dihadapinya.
"Saya tidak mau ada orang lain atau nasabah yang mengalami kesewenang-wenangan seperti yang saya alami," ungkap Ucok.
Baca juga: KPK Ungkap Syahrul Yasin Limpo Cs Nikmati Uang Rp13,9 M, untuk Bayar Kartu Kredit hingga Cicil Mobil
Pengacara Suroso Ucok Kuncoro, Handrianus Handyar Rhaditya mengatakan akan mengirimkan somasi ke bank tersebut untuk mengetahui permasalahan yang terjadi.