News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Berita Viral

Heboh Pengurus RW di Surabaya Minta Uang Iuran Bulanan Rp 140 Juta ke Sekolah, Begini Kronologinya

Penulis: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perseteruan antara sekolah swasta di Surabaya yakni SMP Petra dengan pengurus RW di kawasan Manyar, Surabaya, Jawa Timur, viral di media sosial.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perseteruan antara sekolah swasta di Surabaya yakni SMP Petra dengan pengurus RW di kawasan Manyar, Surabaya, Jawa Timur, viral di media sosial.

Gara-gara perseteruan ini, akses jalan ke sekolah ditutup warga sekitar.

Konflik ini diduga dipicu penolakan SMP Petra membayar iuran RW yang tiba-tiba naik.

Bahkan besaran iuran dianggap fantastis dan tak wajar oleh warganet yakni sebesar Rp 140 Juta perbulan.

Bahkan, Wakil Wali Kota Surabaya, Armudji, sampai turun tangan.

Dalam akun Instagramnya @cakj1, perserteruan itu dipicu karena pihak RW meminta kenaikan iuran penggunaan jalan.

Pihak sekolah menolak membayar iuran itu karena tidak dilibatkan dalam proses pembahasan.

Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra (PPPKP), Christin Novianty mengatakan, pihaknya secara tiba-tiba mendapatkan informasi kenaikan iuran tersebut.

"Asal mula (perseteruan dengan RW) karena iuran tahun 2024 kita ada kenaikan iuran semula Rp 32 juta jadi Rp 35 juta," kata Christin saat ditemui di kantornya, Kamis (1/8/2024), dikutip dari Kompas.com.

Oleh karena itu, kata Christin, pihaknya mempertanyakan kenaikan yang dinilai mendadak tersebut. Akhirnya, Petra menyatakan menolak membayar karena merasa dipaksa.

"Kok bisa naik tanpa mengundang Petra. Memang mereka sengaja tidak mengundang dan Petra harus mengikuti semua keputusan mereka, kan kalau seperti ini tidak adil," jelasnya.

Menurut Christin, pihak RW sempat mengancam akan menutup jalan yang menghubungkan jalan raya dengan sekolah itu.

Namun, hal itu tidak jadi dilakukan setelah mediasi.

"Hasil mediasi mereka tidak akan menutup jalan dan laporan pertanggungjawabannya diberikan. Seiring berjalannya waktu, mereka tidak memberikan laporan dan tidak merespons surat kita," ujarnya.

Pengelola Petra memutuskan untuk melaporkan perkara dengan RW itu ke DPRD Surabaya. Lalu, anggota dewan memintanya membuat rekayasa lalu lintas dibantu Dinas Perhubungan (Dishub).

"Dishub melakukan kajian lalu lintas di Jalan Menur Pumpungan, Jalan Manyar Airdes, Jalan Manyar Tirto Yoso, Jalan Manyar Tirto Asri, Jalan Manyar Tirto Mulyo, keluar masuk Petra atau titik macetnya," ucapnya.

Akan tetapi, pihak RW merespons pertemuan tersebut dengan membuat video yang memperlihatkan kemacetan.

Menurut Christin, warga menggambarkan kepadatan kendaraan disebabkan oleh Petra.

Lebih lanjut, Christin berharap para RW bisa bertemu kembali dengan Petra untuk membahas perkara ini. Pihak sekolah akan menempuh jalur hukum jika tidak ada iktikad baik dari warga.

"Kita enggak muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama. Kalau nanti terus seperti ini, (akses) ditutup, terpaksa ambil jalur hukum," katanya.

Penjelasan Wakil Wali Kota

Menurut Wakil Wali Kota Surabaya Armuji, permasalahan tersebut bermula saat pihak sekolah SMP di Jalan Manyar Tirtomulyo, Mulyorejo, itu melaporkan terkait iuran warga setempat.

Pihak sekolah merasa keberatan karena harus membayar iuran masing-masing Rp 35 juta ke empat RW yang ada di dekat bangunan.

Sebab, uang dengan total Rp 140 juta tersebut dinilai terlalu besar.

"Awalnya (iuranya) Rp 25 juta, naik Rp 32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp 35 juta sekolah enggak mau, keberatan," kata Armuji, ketika dihuhungi melalui telepon, Rabu (31/7/2024).

Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menjelaskan, warga yang menutup satu-satunya akses jalan untuk guru dan murid itu ke sekolah merasa keberadaan sekolah tersebut membuat kemacetan.

Selain itu, pengelola SMP itu enggan menaikkan iuran yang diminta para RW.

"Tindak lanjut laporan warga terkait permasalahan antara warga dengan sekolah SMP di Manyar Tirtomulyo."

"Permasalahan muncul karena adanya tidak sepakatnya iuran yang diajukan pihak warga kepada sekolah," tulis akun Instagram @cakj1.

Kata Pihak RW

Dalam video di Youtube Armudji, warga menyebut SMP Petra enggan membayar.

"Mewakili RW 4 mengatakan mengenai iuran penjagaan. Ada 4 iuran keamanan dari (RW) 04, (RW) 05 dan (RW) 07 dan Petra."

"Semua masuk uang ke bendahara keamanan untuk membiayai satpam di sini."

"Selama 5 tahun tidak naik, makanya dinaikkan."

"Awalnya Rp 32 juta per bulan kali 4 untuk bayar satpam di sini. Ada kantor, tempat usaha (Rp 200 ribu). Petra mengantarkan anak itu buat macet ditambah Petra ga mau bayar," kata warga.

Mereka juga menyebut, bahwa iuran keamanan itu tidak pernah naik dan itu adalah kenaikan yang wajar.

Sebaliknya, Petra mengaku sempat mendapatkan intimidasi.

Perwakilan Petra menyatakan selama ini pihaknya mendapatkan intimidasi, salah satunya dengan penutupan jalan.

Soal jalan itu menurutnya sudah ada solusi tapi tidak dijalankan.

"Selama ini bertahun-tahun menerima intimidasi jalan ditutup dan sudah terjadi."

"Waktu di dewan sudah clear, jalan bersama dikelola Dishub dan sudah dibuatkan rekayasa. Kalau ada kegiatan, kemacetan pasti ada," jawab perwakilan dari Petra.

Sementara terkait uang iuran keamanan, pihaknya menganggap bahwa pertanggungjawaban atas uang iuran keamanan itu tidak jelas.

Karena itulah mereka enggan membayar apa yang diminta warga.

Apalagi Petra menemukan adanya dugaan penyalahgunaan uang iuran keamanan tersebut.

"Kami tidak percaya dengan perhitungannya, karena pertanggungjawabannya tidak jelas. Setelah kami tanya juga nggak dibayarkan, malah dibuat beli rokok," kata perwakilan Petra

*Disclaimer: Hingga saat ini SURYA.CO.ID masih berupaya menghubungi pihak SMP Petra dan RW.

Sumber: SURYA

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini