News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Ungkap Ada Tambang Emas Ilegal di NTB Beromzet Rp 1,08 Triliun Per Tahun

Penulis: Ilham Bintang Anugerah
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu tambang emas ilegal di wilayah Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang ditertibkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (4/10/2024).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan adanya tambang emas ilegal di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang beromzet Rp 1,08 triliun per tahunnya.

Aktivitas penambangan emas ilegal yang beroperasi di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat itu kemudian ditertibkan KPK melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V bersama Pemerintah Provinsi NTB.

Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, menjelaskan aktivitas tambang illegal yang berlokasi di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) ini diduga telah dimulai sejak 2021 dan diperkirakan menghasilkan omzet hingga Rp 90 miliar per bulan, atau sekira Rp 1,08 triliun per tahun. 

Angka ini berasal dari tiga stockpile (tempat penyimpanan) di satu titik tambang emas wilayah Sekotong, seluas lapangan bola.

Hal itu disampaikan Dian usai melakukan pendampingan lapangan dan meninjau langsung lokasi tambang ilegal di wilayah Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Jumat (4/10/2024).

“Ini baru satu lokasi, dengan tiga stockpile. Dan kita tahu, mungkin di sebelahnya ada lagi. Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu perbulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara,” kata Dian.

Adapun penertiban ini dilakukan sesuai dengan tugas dan kewenangan KPK dalam rangka mendorong optimalisasi pajak atau Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang termasuk dalam salah satu fokus dari Monitoring Center for Prevention (MCP). 

Tujuannya, untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pendapatan daerah.

Sementara itu, menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) tercatat ada kurang lebih 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong yang berada di atas 98,16 hektare tanah. 

Hal ini menunjukkan besarnya potensi kerugian negara, apalagi tambang ilegal tidak membayar pajak, royalti, iuran tetap, dan lainnya. 

Dian juga mengungkapkan adanya dugaan modus konspirasi antara pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan operator tambang ilegal. 

Meski kawasan tersebut memiliki izin pertambangan resmi dari PT ILBB, keberadaan tambang ilegal terus dibiarkan. 

Bahkan papan tanda IUP ILBB baru dipasang pada bulan Agustus 2024, setelah bertahun-tahun tambang tersebut beroperasi.

“Kami melihat ada potensi modus operandi di sini, dimana pemegang izin tidak mengambil tindakan atas operasi tambang ilegal ini, mungkin dengan tujuan untuk menghindari kewajiban pembayaran pajak, royalti, dan kewajiban lainnya kepada negara,” ujar Dian.

Selain itu, ditemukan bahwa sebagian besar alat berat dan bahan kimia yang digunakan dalam tambang ilegal ini diimpor dari luar negeri, termasuk merkuri yang didatangkan dari Cina. 

Alat berat dan terpal khusus yang digunakan untuk proses penyiraman sianida juga berasal dari Cina, yang menambah kompleksitas permasalahan ini. 

Limbah merkuri dan sianida yang dihasilkan dari proses pengolahan emas juga berpotensi mencemari lingkungan sekitarnya, termasuk sumber air dan pantai yang berada di bawah kawasan tambang.

"Daerah di sekitar tambang ini sangat indah, memiliki potensi wisata yang besar. Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida yang mereka buang sembarangan. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan masyarakat dan lingkungan setempat," ucapnya.

Untuk itu, dalam upaya penertiban tambang ilegal ini, KPK bersama dengan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabal Nusra) serta DLHK NTB, pun melakukan pemasangan plang berukuran 2,5x1,6 meter, tepat pukul 08.33 WITA di lokasi tambang. 

Dalam plang tersebut, tertulis bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin dalam bentuk apa pun di dalam kawasan hutan pelangan Sekotong.” 

Jika melanggar, akan dikenakan Pasal 89 juncto Pasal 17 Ayat (1) Huruf B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp 10 miliar. 

Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana Harian (Plh) Kepala DLHK NTB, Mursal, mengungkapkan bahwa tambang emas ilegal di Sekotong merupakan yang terbesar di Pulau Lombok dan salah satu yang terbesar di NTB. 

Ia juga menyoroti dampak positif dari kehadiran KPK dalam pendampingan penegakan hukum.

Mursal berharap KPK semakin sering berkolaborasi dengan penegak hukum lokal, karena kehadiran KPK memberikan dukungan moral dalam menegakkan aturan di kawasan HPT.

Baca juga: Terjerat Korupsi Timah, Harvey Moeis Didakwa Koordinir Pengamanan Tambang Ilegal

"Kami merasa lebih percaya diri, karena kegiatan-kegiatan ilegal seperti ini seringkali ada yang mem-backup," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini