Laporan Reporter Tribun Flores, Gordy Donofan
TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Masih segar dalam ingatan Densi Yeresti (41), saat pertama kali bertemu Dus Nong (47), seorang pasien Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) pada 21 September 2020.
Suara menggelegar dan lantang keluar dari mulut Dus Nong. Densi dan temannya langsung gemetaran. Apalagi, tangan kanan Dus menggenggam parang panjang.
Pria berpostur badan tinggi itu duduk ditemani kerabatnya. Sorot matanya yang tajam membuat jantung Densi dan teman-temannya semakin berdebar kencang.
Densi adalah seorang perawat yang bertugas di Puskesmas Kewapante, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kala itu, dia bersama dokter Hendra Tanuwijaya dan tiga orang tenaga kesehatan lainnya mengunjungi kediaman Dus Nong di Desa Kopong, Kecamatan Kewapante.
Pelan-pelan Densi dan sejawatnya mendekati Dus Nong. Sembari itu, mereka memikirkan cara menghindar jika Dus tiba-tiba mengamuk.
Tapi di luar dugaan, ketakutan mereka runtuh seketika setelah Dus Nong ternyata bersikap ramah dan menyambut mereka.
"Saya takut awal-awal. Karena mereka cerita dia pegang parang, kadang-kejar orang-orang dan keluarganya sendiri. Malam dia tidak tidur, teriak-teriak sembarang,” kenang Densi saat berbicara dengan TribunFlores.com, Senin, 28 Oktober 2024.
Merawat ODGJ
Pengalaman empat tahun silam itu menjadi titik awal Densi merawat kelompok-kelompok rentan, termasuk para penderita gangguan jiwa.
Di Desa Kopong, Densi dibantu Emiliana Stefania Daora (32), bidan desa yang bertugas di Polindes Kopong. Mereka berdua rutin berkunjung ke rumah-rumah pasien yang sedang dalam perawatan.
Mereka memberikan edukasi sekaligus mengecek perkembangan pasien dengan kondisi apapun, termasuk ODGJ.
Pada Senin, 28 Oktober 2024, mengenakan pakaian dinas lengkap berwarna putih, Densi dan Emiliana membawa alat ukur tekanan darah dan obat untuk Dus.