Dalam pertemuan itu, Supriyani juga menandatangani kesepakatan perdamaian.
Namun, tak lama setelah itu, surat damai itu dicabut oleh Supriyani karena dirinya merasa terpaksa dan tertekan.
Supriyani mengaku, tak tahu adanya agenda perdamaian yang akan dilakukan untuk mengakhiri kasus dugaan penganiayaan murid yang dituduhkan terhadapnya.
Supriyani yang awalnya berencana ke Propam Polda Sulawesi Tenggara untuk memenuhi panggilan pemeriksaan, mendadak dipanggil Bupati Konawe Selatan.
Saat tiba di rumah jabatan Bupati Konawe Selatan, Supriyani baru menyadari akan didamaikan dengan pihak Aipda WH.
Padahal, awalnya Supriyani memiliki agenda untuk hadir sebagai saksi yang akan diperiksa Propam Polda Sultra.
Pemeriksaan tersebut, berkaitan dengan adanya dugaan permintaan uang dari oknum polisi dalam proses mediasi kasus guru Supriyani.
Namun, Supriyani tak berkesempatan hadir karena dipanggil Bupati Konawe Selatan ke Rujab.
"Kemarin (Selasa, 5 November 2024), saya sudah ada panggilan ke Propam."
"Namun sebelum saya berangkat ke Propam, saya dibawa ke Rujab Bupati Konawe Selatan untuk dipertemukan oleh orang tua korban."
"Dan di situ, isi percakapan Pak Bupati itu untuk atur damai dan permintaan maaf. Tapi bukan permintaan mengakui kesalahan," katanya.
"Iya dipanggil Pak Bupati," tegas Supriyani.
Baca juga: PGRI Sultra: Memaafkan Supriyani Lebih Baik daripada Somasi
Di sana Supriyani melihat Samsuddin yang saat itu masih menjadi pengacaranya, juga hadir di Rujab.
"Di sana kebetulan, setelah saya sampai di Rujab ada pengacara Pak Samsuddin yang ada juga di sana," ungkapnya.