TRIBUNNEWS.COM - Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) telah menggelar sidang perdana terkait pelanggaran etik terhadap mantan Kapolsek Baito, Ipda MI, dan eks Kanit Reskrim, Aipda AM, Rabu (4/12/2024).
Sidang ini diadakan untuk menindaklanjuti tuduhan pemerasan terhadap Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, yang diduga diminta uang senilai Rp2 juta.
Dalam sidang etik tersebut, Supriyani dihadirkan sebagai saksi, bersama dengan enam saksi lainnya, termasuk suami Supriyani, Katiran, Kepala SDN 4 Baito, dan Aipda WH.
Meskipun sidang etik telah dilaksanakan, Propam Polda Sultra tidak melakukan penahanan atau penempatan khusus terhadap Ipda MI dan Aipda AM.
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, menjelaskan keputusan tersebut diambil karena pihaknya masih menunggu hasil dari sidang etik.
Hasil sidang etik akan menentukan langkah selanjutnya. Jika Ipda MI dan Aipda AM terbukti melanggar, maka mereka akan diberikan sanksi sesuai aturan Polri.
"Setelah hasil sidang. Sidang putusannya apa? Misalnya nanti kalau terbukti melanggar, permintaan maaf, demosi," katanya.
"Terus apakah ada nanti sanksi tambahan patsus atau tidak patsus," lanjut Kombes Pol Moch Sholeh.
Baca juga: Sudah Dicopot, Aipda AM Akhirnya Akui Pernah Minta Uang Rp50 Juta kepada Guru Supriyani
Dalam sidang tersebut, Ipda MI mengakui ia telah meminta uang dari Supriyani untuk menghindari penahanan.
Uang Rp2 juta tersebut bahkan telah digunakan untuk membeli bahan bangunan seperti tegel dan semen guna renovasi ruang Unit Reskrim Polsek Baito.
Sementara itu, Aipda AM juga mengakui pernah meminta uang sebesar Rp50 juta kepada Supriyani, yang diakui sebagai bentuk kesepakatan damai dengan keluarga korban.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Alasan Polda Sultra Tak Patsus Eks Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Meski Sudah Jalani Sidang Etik
Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).