“Kami mencari CVR dengan bantuan dari KRI Spica, karena ada beberapa peralatan yang dimiliki spesifik oleh mereka. Kami minta bantuan TNI AL untuk mendukung pencarian,” ucapnya, Selasa (8/1/2019).
Namun demikian, bukan berarti pihaknya menutup mata apabila ditemukan bagian tubuh korban pesawat nahas itu saat melakukan pencarian.
Soerjanto Tjahjono mengaku siap melakukan proses evakuasi.
“Dan nanti kalau memang pas di dasar laut ada human body, ya mungkin sekaligus kami angkat. Karena memang tertutup oleh serpihan-serpihan, kalau dibuka ada di sana, ada bagian human, kami akan angkat,” tuturnya.
Kepala Pushidrosal, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, personel yang dikerahkan di dalam KRI Spica terdiri dari 55 awak kapal dari TNI, 9 orang dari KNKT, serta 18 penyelam.
Menurut Harjo, lokasi keberadaan CVR diperkirakan pada posisi sejauh 50 meter dari tempat penemuan Flight Data Recorder (FDR) dengan luas 5x5 meter.
“Itu udah sangat sempit, cuma karena posisinya terpendam, enggak mungkin kita keruk. Harus betul-betul dicari lebih detail lagi,” jelasnya.
3. Kecanggihan KRI Spica
Ditulis Kompas.com, KRI Spica milik TNI yang dikerahkan mencari black box berisi cockpit voice recorder Lion Air PK-LQP JT 610 memiliki teknologi magnetometer.
Kepala Pushidrosal, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro mengatakan, magnetometer dapat mendeteksi keberadaan logam yang tertimbun setinggi 60 meter.
"Magnetometer yang dimiliki KRI Spica itu yang paling tajam. Mudah-mudahan bisa ketemu karena itu bisa mampu untuk mendeteksi logam terpendam itu sampai 60 meter," kata Harjo di Dermaga JICT 2, Jakarta Utara, Selasa (8/1/2019).
Harjo menuturkan, teknologi magnetometer juga terpasang di unit Remotely Operated Vehicle yang dibawa.
Namun, jarak deteksinya hanya mencapai 1-2 meter.
Selain magnetometer, KRI Spica juga memiliki sejumlah teknologi lain yang sudah dimanfaatkan pada pencarian black box medio Oktober-November 2018 lalu seperti multi beam echo sounder, side scan sonar, dan sub-bottom profiling.