"Oh enggak, jadi hanya syok terapi memang kita lakukan (suruh push-up) tapi tidak sampai sebanyak itu, hanya 10 kali (suruh push-up nya)," ujar Kepala Sekoah SDIT Bina Mujtama, Budi, Senin (28/1/2019), dikutip dari Kompas.com.
Ia mengatakan bahwa awalnya, pihak sekolah memanggil GSN untuk berdiskusi terkait tunggakan pembayaran SPP baru setelah itu diberi hukuman untuk push-up.
"Itu waktu kita panggil orang tuanya tidak datang berkali-kali. Jadi kita sampaikan GSN kalau bisa orangtuanya panggil datang ke sekolah, kami kata seperti itu," ujar Budi.
Baca: Belum Kunjung Bayar SPP, Siswi SD di Bojonggede Mengaku Dihukum Push-up 100 Kali
2. Tanggapan KPAI
Terkait kasuas tersebut, KPAI menyampaikan sikap sebagai berikut:
Pertama, yang dilakukan pihak sekolah terhadap siswa yang menunggak SPP adalah bentuk kekerasan terhadap anak.
Bisa dikategorikan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikis, serta dapat melanggar pasal 76C UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
"Apalagi jika push-up dilakukan berpuluh kali, tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membhayakan anak tersebut. Ini masuk kategori kekerasan fisik," ucap Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Penidikan, dikutip dari WartaKotalive.com.
Kedua, kalau orang tua belum menlunasi SPP maka itu bukan salah anak, tetapi kewajiban orang tua.
Maka yang harusnya dipanggil dan ditegur adalah orang tuanya.
"Sekolah bisa berkomunikasi langsung dengan para ortu siswa, bukan siswanya yang idtekan dan diperlakukan seperti itu," tambahnya.
Ketiga, sekolah dapat membantu mencarikan solusi terbaik agar siswa bia segera melunasi tunggakan SPP.
"Misalkan dengan mencarikan orangtua asuh atau bantuan beberapa orang tua yang mampu melalui program subsisi silang untuk siswa yang orang tuanya kurang mampu secara ekonomi," tutupnya.
Baca: Siswi SD Melahirkan secara Caesar di Kutai Timur, Tak Sadar Hamil setelah Diperkosa Paman
3. Pemkot Depok Telusuri Penyebab Kasus