TRIBUNNEWS.COM- Tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang meninggalkan duka yang mendalam tak hanya bagi Indonesia namun juga seluruh dunia.
Tragedi Kanjuruhan menjadi sorotan dunia. Beberapa media asing telah melakukan investigasi.
Salah satunya adalah investigasi yang dilakukan oleh media Amerika Serikat, Washington Post yang melansir laporannya terkait hasil investigasi yang dilakukan.
Investigasi visual forensik didasarkan dari beberapa video yang beredar dan juga wawancara.
Tim forensik visual menunjukkan terjadi penembakan 40 lebih amunisi—termasuk gas air mata, flash bangs, dan suar oleh polisi di Stadion Kanjuruhan, Malang saat insiden terjadi.
Baca juga: Kesaksian Ahmad Rizal Habibi Warga yang Menyaksikan Banyak Korban Sesak Nafas Keluar dari Stadion
Tembakan yang membabi-buta ke Tribun memicu serbuan besar-besaran penonton yang merangsek ke arah pintu keluar stadion yang sangat terbatas.
Tragedi Kanjuruhan telah menewaskan sedikitnya 130 orang.
Bagaimana tindakan polisi itu ditaksir menjadi penyebab banyaknya suporter yang jadi korban di stadion Kanjuruhan.
Rentetan tembakan amunisi gas air mata yang ditembakkan oleh polisi Indonesia ke penggemar sepak bola memicu tragedi fatal di Malang akhir pekan lalu.
Insiden ini telah menewaskan sedikitnya 130 orang, menurut investigasi forensik dan laporan dari Washington Post.
Penembakan sedikitnya 40 amunisi ke arah kerumunan dalam rentang waktu hanya 10 menit.
Hal ini melanggar protokol nasional dan pedoman keamanan internasional untuk pertandingan sepak bola, memaksa suporter mengalir ke pintu keluar.
Dalam aturan FIFA, amunisi termasuk gas air mata, flash bang, dan flare adalah barang-barang haram dibawa apalagi digunakan di dalam Stadion.
Banyak penggemar terinjak-injak sampai mati atau tertimpa tembok dan gerbang logam karena beberapa pintu keluar ditutup.