Ada baiknya anda duduk di bagian muka kapal atau bagian kapal sekalian.
Jangan lupa, gunakan sunblock untuk menjaga kulit dari paparan sinar matahari yang menyengat kulit. Anda juga bisa menggunkan pakaian tangan panjang agar lebih nyaman.
Gunung Anak Krakatau dari kejauhan tampak menyemburkan asap (Tribun Lampung/ Heru Prasetyo)
Setelah kurang lebih tiga jam lebih di kapal, peserta akhirnya menyentuh garis pantai Gunung anak Krakatau pada pukul 12.00. Disinilah kebingungan dan miss koordinasi peserta dan panitia terjadi.
Seusai peserta turun dari kapal, tidak ada komando dari panitia yang memberikan arahan agar peserta harus kemana.
Peserta juga tampak bingung.
"Aneh, kita didiemin enggak ada arahan gitu, berasa dilepas aja," ungkap seorang peserta.
Akhirnya peserta pun mengambil inisiatif sendiri untuk berkeliling sejenak di kaki GAK dan sekedar berburu gambar.
Berfoto di prasati cagar alam Krakatau, atau sekedar mengabadikan kegiatan masyarakat Pulau Sebesi yang lalgi-lagi hanya dijadikan pelengkap oleh panitia dalam gelaran berskala nasional sebagai pemain alat musik tradisional.
Harusnya jika ada pembinaan yang baik, masyarakat Pulau Sebesi bisa diberdayakan untuk menjadi tenaga kreatif.
Pemerintah bisa saja memberikan pelatihan membuat suvenir atau lainnya.
Ini tentu akan mengangkat ekonomi mereka, bukan sekedar pelengkap yang wajib ada saat Festival Krakatau.
Setelah foto-foto, tiba waktunya untuk treking ke kepunden GAK.
Dari ratusan peserta yang menjejakkan kaki di kaki GAK, hanya puluhan orang saja yang memiliki keinginan untuk treking.
Mayoritas adalah kawula muda yang ingin selfie, ada yang pecinta alam, atau mereka yang sungguh kagum akan kemegahan GAK.