Pertanyaannya, dialirkan kemana saja dana bailout Rp 6,7 triliun yang sudah dicairkan sebelumnya. Sebab, menurut mereka kebutuhan Bank Century hanya Rp 632 miliar.
Gugatan itu berlandaskan pada pertimbangan bahwa dalam konteks investasi, Hesham dan Rafat merasa dirugikan atas kebijakan 'menyimpang' dan tidak lazim pemerintah RI dalam mem-bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun. Hingga mereka kehilangan Bank Century.
Keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional itu juga menguatkan dugaan bahwa bailout itu lebih bertujuan menunggangi masalah yang sedang dihadapi Bank Century saat itu untuk mendapatkan alasan ‘menggaruk’ uang negara Rp 6,7 triliun. Siapa saja yang menunggangi masalah Bank Century rasanya mudah dijawab banyak kalangan. Tetapi, kemana saja dana hasil tunggangan dialirkan? Mudah-mudahan kita bisa mendapatkan jawabannya.
Pemerintah rupanya tidak menyangka Hesham dan Rafat akan memasukan gugatan itu. Sehingga , tidak mengherankan jika respons pemerintah terhadap gugatan Hesham-Rafat pun sangat lamban. Seperti diketahui, Keduanya memasukan gugatan pada 15 Mei 2011. Arbitrase internasional minta wakil atau kuasa hukum pemerintah Indonesia hadir pada 17 Agustus 2011. Namun, wakil pemeritah RI tidak hadir. Belakangan, baru diketahui bahwa presiden baru menunjuk Jaksa agung pada 5 September 2011 untuk menghadapi gugatan itu.
Berbagai kalangan di Jakarta sudah mendapat informasi bahwa putusan Pengadilan arbitrase akan dikeluarkan pada Oktober mendatang, dengan atau tanpa kehadiran kuasa hukum pemerintah.
Selain faktor gugatan Hesham-Rafat, masih ada faktor lain yang akan mengemuka di ruang publik guna mengingatkan kita semua bahwa mega skandal ini belum mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya. Masih ada faktor hasil audit forensik BPK (Badan Pemeriksa Keuangan ) dan faktor Misbakhun yang bisa tampil dengan tambahan bukti. Semua pihak tentu berharap penegak hukum termotivasi melaksanakan kewajiban mereka sebagaimana seharusnya.
Apa yang dilakukan Hesham dan Rafat merupakan pesan buruk tentang Indonesia kepada masyarakat Internasional. Artinya, dengan mengambangkan proses hukum skandal ini, Indonesia merugi karena menguatnya kesan ketidakpastian hukum.
Dengan mengambangkan proses hukum skandal Bank Century, pertanyaannya adalah sampai kapan pemerintah dan penegak hukum akan mampu bertahan. Sebab, tekanannya datang dari dua medan sekaligus, yakni gugatan Hesham-Rafat di Arbitrase Internasional, plus tekanan DPR serta publik di dalam negeri.
Artinya, esensi gugatan Hesham-Rafat sejalan atau memperkuat pernyataan Robert Tantular bahwa manajemen Bank Century tak pernah meminta Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP), apalagi bailout, baik kepada Bank Indonesia maupun Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK). Walaupun gugatan Hesham-Rafat dan pernyataan Robert Tantular belum tentu sepenuhnya benar, tetap saja mengindikasikan proses merumuskan kebijakan bailout itu berjalan tidak wajar.
Bagaimana pun, gugatan Hesham dan Rafat selain bisa menjadi tambahan bukti tentang penyalahgunaan wewenang guna memaksakan bailout sebuah bank kecil bernama Century, juga mengonfirmasi adanya pihak yang menggelapkan dana bailout itu.
Anggota Komisi III DPR RI dan Tim Pengawas skandal Bank Century*