News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Konflik PSSI

Gengsi dan Uang Masalah Utama PSSI

Editor: Widiyabuana Slay
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pejabat sementara (Pjs) Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, Agung Laksono, Ketua Umum KONI Pusat, Tono Suratman, dan Ketua Umum KOI, Rita Subowo (dari kiri ke kanan), memberikan keterangan seusai pertemuan terkait permasalahan sepak bola nasional di Gedung Menegpora, Jakarta, Selasa (11/12/2012). Pemerintah membentuk satuan tugas yang terdiri dari lima tokoh olah raga, yaitu Rita Subowo, Tono Suratman, Agum Gumelar, Djoko Pekik, dan Yuli Mumpuni. Mereka akan mengadakan konsultasi dengan FIFA dan AFC perihal kemungkinan sanksi yang dijatuhkan FIFA akibat kemelut PSSI dan KPSI. Kompas/Yuniadhi Agung (MYE) 11-12-2012

Sebagai catatan, apabila commercial rights tersebut ditandatangani, dari berbagai sumber yang saya tanyakan, puluhan miliar rupiah per tahun akan masuk ke kocek PSSI Untuk kontrak 30 tahun mendatang. Uang tidak sedikit tentunya bukan?

Nah, kalau si bos pemilik televisi di Indonesia itu memang pengusaha tulen yang gentlemen, apakah berani pula memberikan puluhan miliar  rupiah per tahun kepada PSSI agar bisnis televisinya juga berjalan baik, plus hak komersial  lain? Jangan hanya bicara, berani tandatangan tidak di atas kontrak dengan angka yang jelas?

Itu juga soal bisnis dan keberanian seseorang yang memutuskan sebuah business project. Terkadang harus dilakukan agar semua clear, jauh dari masalah. Menjadi pertanyaan, apakah semua pengusaha Indonesia memiliki keberanian untuk menjadi pengusaha yang gentlement seperti itu, tidak main belakang, sogok sana sogok sini yang malah bikin kacau semua pihak pada akhirnya.

Apabila pola main belakang tetap dilakukan dan memainkan pion tertentu untuk merusak dunia persepakbolaan di Indonesia, semua pihak akan pusing, terlebih parah lagi, citra Indonesia akan rusak di mata internasional.

Presiden, FIFA Joseph Blatter, sendiri sudah pusing menyatakan kepada penulis, "Kok bisa-bisanya ya sebuah negara memiliki dua tim nasional, kompetisi yang terpecah. Apa bisa Anda bayangkan, tidak?"

Masyaraat Indonesia saat ini tidak bodoh. Keterbukaan informasi di mana pun ke mana pun oleh siapa pun membuat pelajaran tersendiri bagi kita semua. Apapun yang jelek di lakukan, pasti bau itu akan ke luar juga, hanya soal waktu.

Daripada keluar energi kepada hal yang tak benar, sebaiknya energi itu kita  satukan dengan kepala dingin untuk menyelesaikan semua ini dengan cepat dan baik, karena taruhannya adalah nama baik Indonesia sendiri di mata internasional.

Bukan nama PSSI bukan nama KPSI dan bukan nama pemerintah. Tetapi kita semua orang per orang, per individu warga negara Indonesia yang akan malu dan rugi di luar negeri bila FIFA sudah mengetok palu memberikan sanksi Indonesia tak boleh berpartisipasi ke luar negeri. Penulis  sih tidak mau ada sanksi itu. Atau Anda ingin sekali Indonesia diberi sanksi?(jangan salah paham, sanksi diberikan FIFA kepada Indonesia, kebetulan melalui  PSSI).

*Penulis adalah mantan wartawan Bisnis Indonesia dan Kompas, 20 tahun tinggal di Tokyo, Jepang

TRIBUNNERS POPULER

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini