4. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi (K3I) melalui IT dan untuk kontrol situasi.
5. Petugas-petugas polisi berkarakter (mempunyai kompetensi, komitmen dan unggulan) untuk mengawali berbasis wilayah, menangani kepentingan dan dampak masalah.
6. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi, (tingkat manajemen maupun operasionalnya).
7. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim back-up yang menampung ide-ide dari bawah (bottom up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini sebagai dirigen untuk terwujudnya harmonisasi dalam dan diluar birokrasi. Dan melakukanĀ montoring dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan maupun menghasikan program-program baru.
8. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dariĀ pengembangan untuk update, upgrade dan mengantisipasidinamika perubahan sosial yang begitu cepat.
Antara Harapan dan Ancaman
Di era digital e-Policing merupakan kebutuhan bagi institusi kepolisian untuk dapat terus hidup tumbuh dan berkembang dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang modern dan demokratis dalam rangka mewujudkan serta memelihara keteraturan sosial.
Penerapan ilmu pengetahuan, teknologi akan menjadi tools bagi pemolisian yang mendasari perubahan paradigma niilai-nilaihakiki bagi polisi dan pemolisianya.
Dengan membangun sistem akan menjadi suatu harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntable, informatif serta mudah dakses.
Ide-ide kreatif bagi para petugas polisi-pun dapat disalurkan tanpa terhambat/terbentur dari sistem-sistem brokrasi yang feodal+konvensional.
Sistem-sistem dengan IT akan menunjukan adanya kemauan dan kerelaan para pejabat dan pemimpinnya untuk kehilangan previlagenya dan dengan suara lantang berani mengatakan sebagai inisiatif antikorupsi, reformasi birokrasi sekaligus creative breakthrough.
Hal-hal baru, ide-ide baru akan juga berbenturan dengan kelompok-kelompok status quo, kelompok-kelompok comfort zone. Adapun Mereka yang sudah menikmati dan mengakar bertahun tahun akan merasa tentakel-tentakelnya dipatahkan atau kran-krannya mulai mengecil.
Kelompok-kelompok ini sebenarnya penganut premanisme birokrasi yang dalam, sudah terbelenggu otak dan pemikiranya bahkan mati sudah hati nuraninya.
Mereka bukanlah batu, atau kerikil, melainkan "sang naga" yang sangat sakti karena memilih kekuasaan besar, pangkat tinggi, jabatan yang strategis, kewenangan luas, uang berlimpah, jejaring di semua lini, media, massa pendukung cantrik-cantrik yang semua dimilikinya secara berlimpah.
Jangankan melawan, menggosipkan sang naga dan kelompoknya saja bisa mati atau dimatikan hidup dan kehidupannya.