Ditulis oleh :Pembela Hak Asasi Manusia
TRIBUNNERS - Sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), mengencam keras kriminalisasi terhadap 24 buruh, 1 mahasiswa, dan 2 orang staf Lembaga Bantuah Hukum Jakarta yang terjadi pascapembubaran aksi demonstrasi di depan Istana Negara, 30 Oktober 2015.
Pada tanggal tersebut, Gerakan Buruh Indonesia (GBI) melakukan aksi damai sebagaimana dilindungi dalam undang-undang, yang bertujuan untuk menolak pemberlakuan PP No 78 tahun 2015 tentang Pengupahan karena akan memiskinkan kaum buruh di Indonesia.
Dalam aksi demonstrasi para buruh tidak melakukan tindak kekerasan atau perbuatan melawan hukum. Selain itu, staf LBH Jakarta sebagai pekerja bantuan hukum sedang menjalankan tugasnya melakukan pemantauan atas aksi damai.
Namun sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang buruh, 1 (satu) mahasiswa ditangkap secara acak dan dipukuli oleh segerombolan pasukan yang memakai kaos yang bertuliskan Turn Back Crime.
Saat itu, Tigor dan Obed, dua orang staf LBH Jakarta yang sedang mendokumentasikan kejadian juga dipukuli, dipaksa menghapus seluruh dokumentasi yang mereka punya.
Mereka kemudian ditangkap dan digiring ke Polda Metro Jaya, meskipun mereka telah memperkenalkan diri mereka.
Keseluruhan 26 orang tersebut segera diperiksa dan dikriminalisasi sebagai tersangka oleh Penyidik Polda
Metro Jaya dengan tuduhan melawan penguasa meskipun belum ada cukup alat bukti.
Tindakan untuk mengkriminalisasi secara acak sangat terlihat, terutama ketika pihak kepolisian juga menetapkan Tigor dan Obed sebagai tersangka.
Padahal mereka berdua jelas dilindungi oleh UU bantuan hukum dan UU Advokat, dimana advokat tidak bisa dipidana ketika sedang menjalankan tugasnya.
Pola kekerasan dan kriminalisasi semakin terlihat akhir-akhir ini, bahkan korbannya semakin meluas.
Hal yang sama juga dilakukan pihak kepolisian terhadap aksi damai mahasiswa Papua pada 1 Desember lalu.
Bahkan media yang saat itu sedang meliput kejadian tersebut juga menjadi korban.
Kami menilai bahwa hal ini sebagai upaya teror untuk mematikan demokrasi dan kebebasan berpendapat di negeri ini.