Ditulis oleh : Petrus Selestinus, Avokat dan Kordinator TPDI
TRIBUNNERS - Hingga saat ini pemerintah belum memiliki landasan hukum untuk menyelesaikan masalah korban G 30 S PKI. Namun demikian pemerintah getol melakukan berbagai langkah termasuk terhadap kebijakan penggalian kembali kuburan masal para korban G 30 S PKI untuk tujuan yang terlalu sumir alias tidak substantif.
Perlunya landasan hukum untuk menggali kembali kuburan masal para korban, didasarkan kepada beberapa pertimbangan antara lain, pertama soal semangat penyelesaiannya adalah pengungkapan kebenaran dan rekonsoliasi.
Kedua pendataan kembali lokasi, jumlah kuburandan siapa yang mengelola dan bertanggung jawab atas lahan kuburan para korban G 30 S PKI itu selama ini.
Ketiga harus diatur mekanisme atau tata cara penggalian kuburan masal para korban G 30 S PKI, karena harus dibedakan dari penggalian kuburan untuk tujuan pengungkapan kebenaran dan rekonsoliasi dan untuk pengungkapan sebab-sebab kematian seseorang dalam suatu tindak pidana.
Keempat penggalian kembali kuburan masal para korban, dimaksudkan untuk memberi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan bagi para korban dalam peristiwa G 30 S PKI sebagai wujud tanggung jawab negara, ketimbang sekedar ajang pembuktian akibat perdebatan segelintir elit dengan segala subyektifitasnya soal kebenaran kuburan masal itu sendiri.
Kalau penggalian kembali kuburan masal para korban pembunuhan itu hanya sekedar proses pembuktian untuk meyakin kelompok pihak yang menyangkal atau berbeda pendapat, maka harapan masyarakat agar adanya suatu penyelesaian secara menyeluruh melalui sebuah rekonsoliasi nasional, nampaknya semakin jauh bahkan tidak akan membawa manfaat apapun bagi para korban, ahli waris, masyarakat luas dan juga bagi sejarah bangsa ini.
Karena sejarah menuntut adanya fakta-fakta dan fakta-fakta menuntut proses lebih lanjut berupa pertangungjawaban secara menyeluruh dan tuntas dari negara, terhadap dosa-dosa pemerintahan Orde Baru ketika menghadapi persoalan komunis di Indonesia pada tahun 1965.
Pemerintah harus menentukan kriteria korban G 30 S PKI, mengingat terdapat sebagian warga masyarakat yang mati dibunuh oleh aparat pemerintah dan kelompok masyarakat tertentu karena diduga terlibat dalam kegiatan PKI dan sebaliknya terdapat sebagian anggota masyarakat yang dibunuh oleh PKI karena menolak menjadi pengikut PKI.
Dua-duanya harus menjadi tanggung jawab konstitusional negara atau pemerintah, sebagai konsekuensi dari amanat Pembukaan UUD 45 yaitu bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Dan dalam UUD 45 disebutkan negara menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Karena itu kriteria para korban G 30 S PKI, perlu diperjelas dan harus dirumuskan secara adil, sehingga dengan demikian maka persoalan penggalian kembali kuburan masal para korban G 30 S PKI harus ditempatkan sebagai salah satu komponen dalam satu kesatuan paket pertanggungjawaban konstitusional negara.
Bukan sebagai bagian dari proses pembuktian perdebatan segelintir elit di Jakarta.
Tragedi 1965, adalah sebuah kejahatan politik dan kemanusiaan yang berkategori genosida. Sebagai sebuah kejahatan politik dan kemanusiaan, apalagi berkategori genosida, maka siapapun pelakunya, negara harus hadir dan tampil ke depan demi mewujudkan tanggung jawab kosntitusional (secara sosial, hukum dan poltik ), tidak hanya kepada para korban dan ahli warisnya akan tetapi juga kepada masyarakat luas demi meluruskan fakta-fakta sejarah yang selama ini dicoba digelapkan oleh kekuatan-kekuatan tertentu dengan menggunakan jaring kekuasaan formal dalam pemerintahan.