Serangan teror lanjutan yang terjadi di Mapolresta Surakarta yang dilakukan oleh Nur Rohman pada tanggal 5 Juli 2016 diindikasikan juga bagian dari aksi kelompok simpatisan ISIS mengingat ada indikasi jaringan Nur Rohman dan Bahrun Naim di Suriah.
Ada beberapa kemungkinan bentuk serangan teror di Indonesia pasca serangan di Nice, Perancis yaitu : pertama, model serangan bersenjata secara langsung seperti di Paris akan diadopsi bentuknya namun dengan kekuatan dan peralatan yang berbeda.
Pengawasan senjata api yang cukup ketat perlu diterapkan di Indonesia.
Kedua, aksi teror terbaru di Perancis dengan menggunakan sarana kendaraan yang menabrak kerumunan, dilihat dari keberhasilan aksi teror, cukup sukses.
Aksi ini juga lebih murah dan cenderung lebih aman karena akan sulit untuk dideteksi.
Murah karena peralatan yang digunakan dijual bebas, dan cukup aman karena peralatan yang digunakan bukan suatu larangan. Sasaran teror juga cukup mudah dicari seperti kerumunan orang.
Ketiga, aksi teror memanfaatkan situasi kemacetan lalu lintas di beberapa daerah.
Keempat, aksi teror melalui serangan internet atau serangan teror menggunakan keahlian teknologi lainnya dengan tujuan mengacaukan sistem ekonomi, sistem bank, pencurian data penting/rahasia dll.
Kelima, serangan-serangan teror model lama seperti hijacking, bom bunuh diri, penyergapan, penyerangan ke kantor-kantor Polisi, penculikan VIP dan VVIP dll juga masih akan dilakukan, menunggu kelengahan kita saja.
Baik kita atau kelompok teror, sama-sama tidak mengetahui “jam D” serangan dari lawan akan terjadi, namun kelompok teror memiliki banyak circuumstances untuk melakukan serangannya.