Sejak masa pemerintahan Pendudukan Jepang, berlanjut terjadi perubahan masa peralihan 1945-1950, masa Pengawasan Film pada tahun 1950-1966, dan masa Sensor Film pada tahun 1966-1992. Sedangkan masa Badan Sensor Fim pada tahun 1966-1992, dan masa Lembaga Sensor Film mulai tahun 1992 sampai dengan saat ini.
LSF dapat sebagai pembuat regulasi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat dapat menilai filmnya sendiri. Sehingga dapat mewujudkan masyarakat sehat dan memajukan film Indonesia.
“Mari kita dorong pertumbuhan film Indonesia. Wujudkan Film Indonesia menjadi tuan rumah di negara sendiri. Mari kita gairahkan nonton bersama film-film Indonesia, dan mari kita gemari film Indonesia,” ajak Mendikbud.
Ketua LSF Ahmad Yani Basuki mengatakan, keberadaan LSF sebagai pengemban peraturan perundang-undangan, dan sebagai wujud komitmen kehadiran negara dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film. Termasuk menyensor film dan menetapkan klasifikasi batas umur bagi penonton film.
Ahmad menjelaskan, tugas LSF yang sedang dijalankan saat ini adalah mengintensifkan kegiatan sosial dan memberdayakan sensor mandiri, mengintensifkan dialog dengan para produser, penulis skenario dan masyarakat perfilman dalam rangka meningkatkan produktivitas film yang berbasis budaya bangsa dengan mengangkat tema bernuansa Indonesia.
Selanjutnya, LSF juga membangun perwakilan di daerah untuk mempercepat proses sensor, guna memastikan film-film yang berbasis budaya daerah dan bermuatan kearifan lokal dapat disensor oleh LSF daerah, sehingga akan benar-benar terjaga nilai budaya dan kearifan lokal.
“Pada kesempatan ini kami mengajak semua pihak untuk bisa berperan serta dalam program sosialisasi budaya sensor mandiri,” tutup Ahmad.
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan