Memang, dalam konteks mewujudkan pemerintahan yang bersih, catatan itu tampak kusam dan bisa membuat warga pemilih pesimis.
Tetapi, fakta itu tentu saja tidak boleh ditutup-tutupi. Sebaliknya, warga pemilih di semua Dapil berhak tahu tentang perilaku tak terpuji puluhan oknum kepala daerah yang kini menjadi penghuni ruang tahanan KPK itu.
Dari fakta itu, bisa dimunculkan tantangan tersendiri bagi warga pemilih.
Sebab, catatan KPK itu menghadirkan kesimpulan bahwa warga pemilih di sejumlah daerah telah melakukan kecerobohan ketika memilih kepala daerahnya. Buktinya, sosok yang mereka pilih kini justru jadi penghuni ruang tahanan KPK.
Kalau belasan atau puluhan daerah pernah ceroboh memilih kepala daerah, 171 daerah yang melaksanakan Pilkada serentak pada Rabu nanti diharapkan bisa belajar dari kecerobohan itu, dan tentu saja berkomitmen tidak melakukan kecerobohan yang sama.
Kualifikasi Kandidat
Selama masa kampanye, para kandidat telah memberi banyak janji. Kadang, janji itu dikemas dengan kata atau kalimat yang membuat banyak orang yakin dan percaya. Puluhan oknum kepala daerah yang kini menghuni ruang tahanan KPK pun melakukan hal yang sama ketika mereka berkampanye dan kemudian terpilih.
Artinya, semua janji itu bukan jaminan bahwa para kandidat bersungguh-sungguh ingin mewujudkan pemerintahan daerah yang bersih.
Dari rangkaian penangkapan KPK terhadap puluhan oknum kepala daerah itu, terdeteksi beberapa area rawan korupsi. Terakhir, KPK melihat ada sembilan titik yang dibidik oknum kepala daerah dan konco-konconya, meliputi tahap perencanaan APBD, pengganggaran APBD, pelaksanaan APBD (pengadaan barang dan jasa), perizinan, pembahasan dan pengesahan regulasi, pengelolaan pendapatan daerah, rekrutmen, promosi, mutasi dan rotasi kepegawaian, pelayanan publik, serta proses penegakan hukum.
Selain informasi dari KPK, di setiap daerah pun biasanya berseliweran cerita tentang perilaku tak terpuji kepala daerah dan para pejabat daerah setempat. Cerita-cerita itu pun patut dijadikan pertimbangan oleh warga pemilih. Jadi, gunakanlah hak pilih itu dengan bijaksana.
Tak kalah pentingnya adalah peran warga untuk memastikan pemungutan suara dan perhitunganya berjalan lancar, aman dan damai. Pihak berwajib telah coba mengidentifikasi daerah-daerah rawan konflik dalam pemungutan dan penghitungan suara. Berdasarkan perkiraan dari pihak berwajib itu, warga diharapkan lebih arif dan waspada.
Tak perlu terprovokasi, karena setiap daerah telah memiliki pengalaman menyelenggarakan Pilkada. Pilkada yang aman, lancar dan damai mendatangkan banyak manfaat dibanding pemilihan yang diwarnai friksi-friksi.
Pilkada langsung sudah jadi pilihan final sekaligus sebagai wujud nyata kedaulatan rakyat. Sayangnya, banyak peserta atau kandidat dalam Pilkada belum dibebani persyaratan yang mumpuni sebagaimana lazimnya syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin publik.
Pola atau mekanisme penyaringan masih sangat disederhanakan. Para kandidat tidak dipersiapkan dengan matang melalui proses berjenjang.
Bahkan dapat dikatakan bahwa calon kepala daerah tidak dibebani persyaratan kompetensi sebagaimana lazimnya.
Akibatnya, sebagaimana bisa disimak selama ini, Pilkada di banyak daerah gagal menghadirkan sosok pemimpin yang punya kompetensi, kredibilitas dan berintegritas. Sebaliknya, publik tahu bahwa banyak pemimpin daerah lahir dari praktik politik uang atau politik transaksional.
Karena faktor kompetensi tidak diutamakan, banyak oknum kepala daerah pada awal pemerintahannya gagap. Dia menjadi orang asing dalam birokrasi pemerintah daerah dan tidak paham proses pengambilan keputusan. Dia tidak tahu cara mengendalikan dan mengawasi ratusan satuan kerja.
Kecenderungannya pun tetap sama pada Pilkada serentak tahun ini. Di sejumlah Dapil, warga pemilih masih harus menerima atau memilih pasangan kandidat dengan kualifikasi apa adanya. Maka, sangat penting bagi warga pemilih untuk menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana, berpijak pada independensi, berpikir jernih serta penilaian obyektif terhadap kandidat.