Dan lagi, saksi parpol pada pemungutan suara sepenuhnya bekerja untuk kepentingan partai semata. Bagi pemilih dan rakyat kebanyakan, tak ada urusan dengan saksi-saksi ini karena pemilih hanya bertanggungjawab memberikan suara yang dilakukan sesuai prinsip-prinsip pemilu dan diawasi oleh penyelenggara pemilu.
Pemilih yang merupakan rakyat umumnya tak punya kepentingan untuk berbuat curang di tempat pemungutan suara.
Yang ditakutkan oleh parpol sehingga perlu memastikan adanya saksi-saksi di setiap TPS adalah kecurangan yang dilakukan oleh sesama parpol.
Ketakutan akan kecurangan ini begitu kuat sehingga perlu memastikan keberadaan saksi karena parpol-parpol sendiri rupanya suka bermain curang pada saat pemungutan dan penghitungan suara. Jadi kepentingan parpol agar tak dicurangi oleh Parpol lain membuat peran saksi jadi sangat penting.
Itu mau mengatakan sesungguhnya urusan saksi adalah urusan parpol, tanggung jawab Parpol. Oleh karena itu tak pantas jika urusan Parpol tersebut harus dibebankan kepada APBN yang merupakan uang negara yang ditujukan bagi kepentingan rakyat Indonesia..
Apalagi DPR yang mengusulkan agar dana saksi dibiayai oleh APBN adalah orang-orang yang juga sibuk mengkritik ekonomi Indonesia yang menurut mereka tengah dalam situasi sulit saat ini. Kalau mereka bisa mengkritik itu, maka sesungguhnya tak pantas mereka justru mengambil jatah APBN yang ditujukan untuk rakyat demi kepentingan kelompok dan partai.
Jadi DPR memang kian tak konsisten, bahkan gemar menjilat ludah mereka sendiri.
Lucius Karus: Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi).