Lahirnya Perpres RA 86 adalah bagian penting dari narasi kembalinya agenda reforma agraria dalam perjalanan perjuangan agraria, termasuk kebijakan, dan kelembagaannya setelah terlupakan dan dipaksa dilupakan oleh rejim anti rakyat Orde Baru. Momentum ini perlu dimanfaatkan para pendorong reforma agraria dan organisasi petani di Indonesia.
Ditengah keterbatasan keterlibatan masyarakat dan kesulitan struktural yang termaktub didalam Perpres, desa Mangkit telah menunjukkan perbedaan, Reforma Agraria adalah agenda nyata yang bisa terjadi.
Di tengah reformasi pemerintah daerah yang lambat, masih ada praktik baik gubernur dan bupati yang bisa didorong menjadi contoh kepada bupati dan gubernur lainnya. Mangkit perlu ditampilkan sebagai pembelajaran awal reforma agraria.
Kesulitan implementasi sistematis dan meluas dapat di atas dengan cara melakukan akselerasi dibeberapa daerah tertentu untuk dijadikan contoh implementasi reforma agraria yang bisa ditiru oleh daerah daerah lainnya secara simultan. Toh, daerah yang tidak melakukan agenda ini dengan sendirinya akan ditinggalkan konstituennya.
Secara khusus perlu ditekankan peran Kantor Staf Presiden sebagai pengawal agenda strategis pemerintah menjadi inisiator yang memfasilitasi para pihak utama yang disebutkan dalam Perpres untuk mengimplementasikan Reforma Agraria di daerah daerah. Gubernur, Bupati, Walikota dan BPN di masing masing level harus dipastikan memahami dan melaksanakan perintah Perpres.
Pada akhirnya perpres adalah teks dengan segala kekurangannya. Teks adalah benda mati yang tidak akan mengubah apapun. Penguasaan dilapangan agraria menjadi penentu. Gerakan petani dan para pendukungnya-lah yang bisa meniupkan nafas terhadapnya, membangun tafsir sendiri di setiap lapangan terhadap teks itu untuk dibuktikan membuatnya menjadi berarti.