News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Pilpres 2019

Jangan Ditanya ke Mana Prabowo Pergi

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sumaryoto Padmodiningrat.

Inkonstitusional

Pernyataan para pendukung Prabowo seperti Amien Rais dan Fadli Zon bahwa pihaknya tak akan membawa perselisihan hasil Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK), tapi akan menyerahkannya kepada rakyat, juga tak berdasar.

Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final untuk menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”

Kemudian ada aturan turunan, yakni UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 474 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan, “Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh Komisi Pemilihan Umum kepada Mahkamah Konstitusi.”

Lalu, Pasal 475 ayat (1) UU Pemilu menyebutkan, “Dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum.”

Jadi, hanya ada satu mekanisme yang tersedia untuk menggugat hasil pemilu secara konstitusional, yakni melalui MK. Di luar itu, termasuk people power, inkonstitusional.

Bila ada yang keberatan tapi tak mengajukan gugatan ke MK, maka mereka akan rugi sendiri. Sebab, jika tidak ada gugatan dalam rentang waktu tiga hari, maka KPU akan langsung menetapkan capres-cawapres terpilih. Legitimasi hukumnya sudah cukup kuat, meskipun mungkin legitimasi politiknya masih ada yang mempertanyakan.

Bila ada yang menyatakan tidak percaya kepada MK, itu pun tidak berdasar. MK adalah lembaga penegak konstitusi, tertinggi dan satu-satunya, serta keputusannya final dan mengikat.

Kalau tidak percaya kepada MK, lalu mau percaya kepada siapa? Ingat, Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Hukum sebagai panglima. Indonesia bukan negara kekuasaan (machstaat), di mana mereka yang berkuasa, atau katakanlah dapat menggerakkan massa, dapat melakukan apa pun semaunya.

Sesungguhnya hasil sementara rekapitulasi KPU yang menunjukkan kemenangan Jokowi-Maruf atas Prabowo-Sandi tak terlalu mengejutkan, karena hasil survei puluhan lembaga independen memang mengunggulkan Jokowi-Maruf ketimbang Prabowo-Sandi, baik menjelang atau setelah pemungutan suara digelar pada 17 April lalu.

Daerah-daerah yang menjadi kantong kemenangan capres pun nyaris sama dengan Pilpes 2014 lalu.

Pada Pilpres 2014, Jokowi yang waktu itu berpasangan dengan Jusuf Kalla mengalami kekalahan di Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, NTB dan sebagainya. Pada Pilpres 2019 ini pun sama.

Begitu pun Prabowo yang pada Pilpres 2014 berpasangan dengan Hatta Rajasa, mengalami kekalahan telak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Papua dan sebagainya, serta mengalami kekalahan tipis di DKI Jakarta. Pada Pilpes 2019 ini pun sama.

Dukungan rakyat terhadap Jokowi dan Prabowo ternyata tak berubah jauh. Bahwa kemenangan sementara Jokowi di Pilpres 2019 ini sedikit lebih tebal daripada Pilpres 2014, itu wajar saja mengingat Jokowi seorang petahana yang didukung berbagai fasilitas negara.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini