Bila pada periode pertama berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai Wapres, pada periode kedua ini Jokowi berpasangan dengan Wapres KH Ma'ruf Amin.
Dilihat dari performa wapres yang mendampingi Jokowi, kinerja Kabinet Indonesia Maju diprediksi akan lebih lemah daripada Kabinet Kerja.
Posisi Kyai Ma'ruf dikhawatirkan sekadar merupakan ban serep saja, yang hanya digunakan saat ban yang terpasang sudah aus atau bocor di tengah jalan.
Lalu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly yang tetap menempati pos lamanya.
Padahal prestasi kader PDIP ini biasa-biasa saja, bahkan cenderung kontroversial terkait revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari UU No 30 Tahun 2002 menjadi UU No 19 Tahun 2019.
Ataukah justru karena Yasonna berhasil merevisi UU KPK itulah maka dia dianggap berprestasi sehingga perlu diangkat kembali?
Zainuddin Amali, kader Partai Golkar yang ditempatkan di pos Menteri Pemuda dan Olah Raga, juga bukan the right man on the right place.
Wajah-wajah lama yang prestasinya biasa-biasa saja tapi masih tetap bercokol di kabinet adalah Kepala Staf Kantor Presiden Moeldoko dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Wajah lama Sri Mulyani Indrawati yang dinobatkan sebagai Menteri Keuangan terbaik sedunia juga terlanjur mendapat stigma negatif di dalam negeri sebagai menteri yang gemar menumpuk utang.
Wajah-wajah baru yang ditampilkan Jokowi di kabinet juga tidak terlalu kinclong prestasi dan rekam jejaknya.
Sebut saja Nadiem Anwar Makarim yang didapuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Secara umum perusahaan start up Gojek yang dipimpinnya sukses, tapi para mitra pengemudinya justru mengancam akan mendemo Nadiem karena gagal menyejahterakan mereka.
Begitu pun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandiya yang perusahaan televisi yang dipimpinnya, Net TV, bangkrut.
Pemilihan Nadiem, Wishnu dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir diasumsikan publik hanya sebagai balas budi semasa kampanye Pemilihan Ptesiden (Pilpres) 2019.
Begitu pun pemilihan Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kental dengan aroma balas budi, bahkan sedikit "intimidasi".