Kita tidak bisa abai pada fakta sejarah dan keberlangsungan politik kaum konglomerat. Kita disuguhkan suatu pertunjukan kongkalikong ekonomi-politik kaum oligarki. Nadiem Makarim mendapatkan kursi kekuasaan (Mendikbud) dan Gojek Indonesia mendapat layanan kerjasama yang istimewa dari pemerintah. Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengajak Gojek untuk terlibat dalam proyek pelayanan transportasi laut. Alasan pemerintah adalah efisiensi.
Dimana posisi jamaah Nahdliyyin, kaum papa dan lemah itu, yang bahkan elite-elite NU saja sudah dua kali terjatuh dan terpuruk?
Sudah tidak ada pilihan lain. Jamaah Nahdliyyin harus bangkit bersama, bergerak bersama, terlebih karena sudah memasuki sebuah era digital. Ekonomi dan bisnis bergerak dengan basis teknologi digital. Haruskah jamaah Nahdliyyin berharap pada belas kasih pemerintah, sementara sudah dua kali dikhianati, baik dalam hal politik maupun ekonomi? Atau, bangkit bersama-sama melawan dengan cara yang elegan?
Ketika dunia startup sudah menjadi ajang kongkalikong politik penguasa dan bisnis oligarki, penulis rasa pesan Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari pada Muktamar NU XI di Banjarmasin masih relevan. Nasehat tentang persatuan dan kekompakan. “Wahai umat muslim, tidakkah ini saatnya kita sadar dari kemabukan kita, menyadari bahwa kemenangan pihak kita bergantung sejauh mana kita saling tolong-menolong dan bersatu, dengan hati yang murni dan tulus?”.
*Penulis adalah Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.