Dan tahun ini yang jatuh pada tanggal 1 Cia Gwee 2571 atau 25 Januari 2020 jatuh pada tahun Tikus (Ci). Tikus adalah simbol pertama dalam 12 shio atau horoskop versi Tiongkok. Setiap awal Tahun Baru Imlek, simbol shio akan berganti dan berulang kembali setiap 12 tahun.
Mereka yang lahir 2487 Kongzili/1936 Masehi, 2499/1948, 2511/1960, 2523/1972, 2535/1984, dst, bershio tikus.
Shio tikus melambangkan sifat cerdik-cendikia, kreatif/berpikir out of the box, selalu berusaha mencari solusi, berani dan cepat memutuskan, jujur dan murah hati.
Namun bila tidak terkontrol baik, orang bershio tikus cenderung mudah terbawa suasana hati, ceroboh dan ambisius. Untungnya orang shio tikus senang dan giat belajar.
Kaitan dengan shio biasanya para ahli Fhengsui memberi gambaran akan adanya kebutuntungan dan keburukan ... dan seterusnya.
Walaupun dari tafsir itu banyak juga orang yang tidak percaya tapi tidak sedikit yang sangat meyakinkan akan hitungan itu.
Hari raya imlek pernah mengalami masa suram, utamanya pada zaman kepemimpinan Soeharto sebagai Presiden RI. Semua kegiatan. yang berbau tradisi Tiong Hoa dan agama Khong Hu Cu dilarang habis habisan.
Sehingga pelayaan Imlek dan kegiatan perayaannya dilaksanakan secara sembunyi sembunyi. Sehingga dikesankan Tradisi Imlek dan implikasi ke Khong Hu Cuan sebagai organ terlarang yg tidak boleh berkembang di Indonesia.
Namun di era Gus Dus sebagai Presiden, 20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001, Tradisi Imlek dan Agama Khong Hu Cu mulai di hidupkan lagi dimana Gus Dur mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 produk Presiden Soeharto berupa pembatasan Pelarangan Kegiatan Agama dan kepercayaan Khong Hu Cu dan dengan Perpres No. 6 tahun 2000 Agama Khong Hu Cu serta kepercayaan Tiong Hoa seperti mendapat angin segar sebagai bentuk adanya kebebasan Agama khususnya buat etnis Tiong Hoa yang masih setia kepada Agama Khong Hu Cu.
Setelah adanya Perpres No. 6 tahun 2000, dampaknya sangat terasa. Semua kegiatan Imlek dan kegiatan Agama Khong Hu Cu geliatnya luar biasa disambut oleh masyarakat Tiong Hoa, bukan hanya yang berlatar belakang Agama Khong Hu Cu, tetapi gebyarnya di sambut oleh agama agama lain sepanjang suku Tiong Hoa ada dan hidup disana.
Contoh yang paling nyata, di Gereja Katolik ST Matias Rasul, Kosambi Baru Jak Bar, tempat penulis beribadah, kegiatan Perayaan Imlek juga diadakan untuk tiap tahunnya, bahkan bukan hanya Katolik tapi juga agama agama lainnya sepanjang disana ada umat suku Tiong Hoa.
Dengan begitu, secara tidak langsung Imlek yang biasa di rayakan secara diam diam dan dalam bentuk kelompok kecil yang eksklusif sejak tahun 2005 sudah tidak lagi. Karena sejak itu perayaan imlek milik semua masyarakat Indonesia suku/etnis Tiong Hoa.
Dampaknya luar biasa, bukan hanya Imlek yang membudaya, akan tetapi hal hal lain utamanya dalam masalah perkawinan, yaitu Cio Tao (doa orang tua kepada kedua mempelai dihadapan Tuhan), disertai dengan menyisir rambut sang Calon Pengantin yang di maknai sebagai orang yang sudah dewasa dan boleh berumah tangga.
Dan Cio Tao adalah bagian kecil Tradisi yang mulai di terima dan jalankan, namun masih banyak kegiatan lainnya yang mulai dilestarikan seperti Ceng Beng/Qing Ming (sembahyang kepada leluhur) atau dikenal dengan ziarah makam dan bersih bersih kubur.
Kegiatan perayaan ini bagi orang Tiong Hoa di Medan sangat besar Animonya, dan itu berlaku juga di Bogor, Tanggerang serta daerah lainnya.