Seks pun mereka politikkan! Demi menaikkan popularitas dan elektabilitasnya, Andre "nabok nyilih tangan" atau lempar batu sembunyi tangan, dan memainkan politik belah bambu: menaikkan posisi dirinya dengan menginjak orang lain.
Pertanyaannya, beranikah polisi menjerat Andre yang juga anggota DPR RI?
Sesuai prinsip equality before the law, tak ada alasan polisi untuk tidak memproses hukum Andre jika memang ia sudah dilaporkan, karena polisi tidak boleh menolak setiap laporan, sepanjang laporan itu memenuhi syarat.
Namun faktanya, sering ada rasa ewuh-pakewuh ketika polisi harus memeriksa orang berpengaruh, seperti Andre ini.
Belum lagi bila ada invisible hands yang ikut bermain.
Memberantas pelacuran, sebagaimana memberantas kejahatan lainnya, memang merupakan tugas moral semua orang, apalagi Andre yang merupakan wakil rakyat.
Tapi, "ngono ya ngono, nanging ojo ngono", alias jangan kebablasan sampai-sampai merendahkan martabat perempuan.
Andre boleh menjadi polisi moral, tapi caranya jangan sampai melanggar aturan, apalagi mempermalukan perempuan.
Sebagai anggota Dewan, salah satu tugas pokok dan fungsi Andre adalah melakukan pengawasan.
Tapi untuk eksekusinya, itu menjadi ranah aparat penegak hukum. Andre bukan anggota Polri atau Satpol PP.
Apa pun kondisinya, apa pun profesinya, perempuan adalah ibu dari manusia yang harus dijaga martabat dan kehormatannya.
Apalagi, seperti kata Rendra, menganjurkan mengganyang pelacuran tanpa menganjurkan mengawini para bekas pelacur adalah omong kosong.
Membubarkan PSK tidak semudah membubarkan partai politik.
harus diberi pekerjaan. Mereka harus dipulihkan derajatnya.