News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Virus Corona

Kue Tart di Medan Tempur Doni Monardo

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala BNPB Doni Monardo dan keluarga.

Sebatang lilin putih sudah menyala. Santi dan Azel memegang tart cantik itu. Lalu Doni Monardo mendekat ke arah kue. Ia tidak meniupnya, melainkan dengan sebuah kipas ia kibaskan ke arah lilin hingga padam.

Menjelang detik-detik kumandang adzan maghrib, dilakukan seremoni sederhana. Doni meminta Tenaga Ahli Egy Massadiah memimpin doa.

Suasana hening. Suasana hanyut dalam aneka rasa yang bercampur-aduk. Antara rasa bahagia dan beban berat yang tengah disandang Doni Monardo.

“Bu Santi, silakan menyampaikan sepatah-dua-patah-kata...,” ujar Egy kepada Santi Monardo.
Yang ditunjuk terdiam. Dari ekspresinya, jelas jutaan kata, ratusan kalimat seperti hendak dimuntahkan untuk menggambarkan perasaannya, di hari ulang tahun suami tercinta.

Apa daya, pita suara seperti tercekat, sehingga sangat sulit dikeluarkan. Alhasil, yang keluar hanya kata-kata yang membuat semua jadi terharu.

“Ngomong apa pak Egy... saya tidak bisa berbicara... rasanya mau menangis.....” Terlihat ada genangan air mata di bola mata Santi.

Tanggap akan keadaan, Egy memakluminya. Ia segera mengalihkan ke Tomy Suryo Pratomo, yang juga hadir di ruang itu. Tomy yang wartawan senior itu pun memanjatkan semua doa terbaik untuk Doni Monardo, sahabatnya.

Beberapa kerabat pun secara bergiliran menyampaikan ucapan selamat ulang tahun teriring doa-doa terbaik untuk Doni Monardo.

Adzan maghrib pun berkumandang. Semua larut dalam suasana yang cair. Berbuka puasa sambil melepas rindu bersama istri, anak, dan para kerabat.

Di ruang itu juga tampak Kolonel Budi. Ia sudah bersinggungan dengan Doni saat menjabat Dandim Bogor (saat itu Doni Monardo Danrem 061/Surya Kencana – Bogor), dilanjut saat Doni Monardo menjabat Sesjen Wantanas selama satahun, lalu setahun lebih di BNPB hingga sekarang.

Ada yang menarik dari “hadiah” persembahan Kolonel Budi kepada Letjen Doni Monardo. Ia mempersembahkan kue tart yang didesain khusus.

Topping tart persegi empat itu, dihiasi buttercream berbentuk baju PDH (Pakaian Dinas Harian) dalam lipatan.

Sekilas, persis lipatan baju dinas warna hijau, lengkap dengan tiga bintang di kanan-kiri bagian pundak, badge nama DONI dan brevet-brevet/tanda kualifikasi TNI di bagian kiri.

Di bagian bawah “lipatan baju PDH” bertuliskan kalimat sederhana “Yaumil Milad, Barrakallah fi Umriik, Bpk. Doni Monardo”.

Lain lagi “kado” yang saya berikan. Sebagai Tenaga Ahli BNPB Bidang Media, saya menyerahkan kado istimewa berupa dua buku sekaligus.

Buku kesatu berjudul “Secangkir Kopi di Bawah Pohon” dan buku kedua berjudul “Sepiring Sukun di Pinggir Kali”. Kedua buku dilengkapi sub-judul yang sama: “Kiprah Doni Monardo Menjaga Alam”.

Baik buku kesatu maupun buku kedua, memiliki ketebalan lebih dari 300 halaman. Berisi tak kurang dari 60 esai yang ia tulis dan kumpulkan selama kurang lebih satu tahun.

Tak pelak, secercah aura kebahagiaan menyelimuti lantai 10 Graha BNPB. Doni bersama istri, anak-anak dan cucu kesayangan, pun menyantap hidangan istimewa.

Para staf dan kerabat ikut larut dalam kebahagiaan hari itu. Menjadi spesial, karena Santi memasakkan menu kesukaan Doni Monardo.

Bagian dari Sejarah

Saat berbicara agak serius memaknai perjalanan hidup hingga memaski usia ke-57, Doni pertama-tama mengucap syukur.

Ia bersyukur atas semua berkah dalam kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya. Belajar bersyukur tiada henti, adalah salah satu falsafah hidup Doni yang jarang orang ketahui.

Bahkan, ia mensyukuri tugas negara yang dibebankan di pundaknya, sebagai Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Bukan persoalan ia harus jauh dari keluarga. Bukan persoalan ia harus bekerja ekstra keras hingga tidak pulang ke rumah berbulan-bulan. Bukan karena jam tidurnya yang hanya tiga-empat jam per hari.

Ia bersyukur karena Tuhan melalui tangan pemerintah, memposisikan dirinya menjadi bagian sentral dari sejarah.

Peristiwa wabah skala besar hingga menjadi catatan “sejarah dunia” umumnya berulang setiap satu abad.

Pada tahun 1720, dunia dilanda wabah The Great Plague of Marseille yang membunuh kira-kira 100 ribu orang di Marseille, Perancis. Penyakit ini disebarkan melalui lalat yang membawa bakteria penyebab penyakit ini.

Pada tahun 1820, dunia dilanda wabah kolera. Wabah ini menyebabkan kira-kira 100 ribu orang terpapar.

Kemudian tahun 1920 dunia dilanda penularan wabah Spanish Flu. Penyakit ini dicatatkan sebagai penyakit yang paling berbahaya dan menewaskan 100 juta orang.

Kini di tahun 2020, dunia sekali lagi dikejutkan dengan penyebaran wabah Coronavirus yang bermula di wilayah Wuhan, China. Hampir semua permukaan bumi terpapar wabah ini, termasuk Indonesia.

Jadi, kata Doni, saya harus syukuri tugas ini dengan bekerja keras dan bekerja sungguh-sungguh.

Soal hasil, tambahnya, ia tidak terlalu risau. Yang pasti, ia telah menancapkan semangat nan tak kunjung padam untuk berperang habis-habisan melawan Covid-19.

Pada setiap langkahnya, dalam setiap nafasnya, mengalir semboyan “Berani, Benar, dan Berhasil”.

Selamat ulang tahun, Jenderal!

Tetap sehat. Tetap tangguh!

*ditulis oleh Egy Massadiah, Tenaga Ahli BNPB, Anggota Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini