Dari sisi itu, tentunya kita patut berbangga dan bersyukur bisa bekerjasama menjaga konteks keberagaman kita dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara hingga hari-hari ini, karena kita punya simbol pengikat. Hal ini yang selalu mengingatkan kita pada nilai dan norma yang dibangun sejak kita belum bersatu sebagai Indonesia hingga hari ini.
Perbedaan identitas itu adalah rekaan manusia yang dalam kerapuhanya, gampang tergoda oleh hal-hal duniawi. Manusia yang dalam pandangan Aristoteles sebagai zoon politikon, terkait, peran yang bersosialiasi dan hidup bermasyarakat. Dengan demikian keindonesiaan dalam banyak hal perlu dirintis dari pinggiran, perlu dimulai dari bawah dan dari keterbatasan bukan dari pusat kekuasaan dan metropolitan.
Pengalaman ini yang kemudian mewujud dalam semangat keadilan yang terus diperjuangkan hingga hari ini. Ini bentuk kemerdekaan dan penghargaan pada martabat manusia. Seperti biasanya yang tampak dan kita saksikan bersama adalah semangat gotong royong, bahu-membahu dengan caranya masing-masing semua insan bangsa ini bergerak menggalang beragam bantuan ketika di sebagian wilayah terkena musibah bencana alam ataupun semacamnya.
Awal tahun 2021 kita menyaksikan dan terbawa dalam rasa haru terkait sikap demikian berkesan dalam satu alunan sebagai konfirmasi atas terciptanya harmonisasi di rumah besar yang bernama Indonesia. Gerakan solidaritas itu bahkan masih berlangsung hingga umat Muslim sedang menjalankan puasa sampai tiba saatnya Idul Fitri. Pada konteks itu, dua hari besar keagamaan ini, mari kita rayakan sebagai momentum perjalanan menuju puncak untuk memenangkan martabat manusia.
Selamat Idul Fitri 1442 H, mohon maaf lahir batin.
*Jefri Gultom, Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)