Oleh: Mo Mahdum (Wakil Ketua BAZNAS RI)
Selain Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), pada bulan ini juga ada Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei.
Ini untuk mengenang kelahiran Boedi Oetomo di Kampus Stovia, Jakarta pada 1908: awal sejarah kehadiran organisasi modern di negeri ini.
Sejak dicanangkan 113 tahun lalu, hingga kini Harkitnas menandai semangat untuk merdeka dan berdaulat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pengentasan kemiskinan yang menjadi tugas utama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Saat merumuskan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pemerintah dan DPR sepakat menamakan BAZNAS dengan menyelipkan kata amil dalam kepanjangannya.
Sehingga berdasarkan nomenklatur koordinator Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) nasional ini, maka BAZNAS tak hanya mengemban tugas-tugas administratif di belakang meja seperti menjadi petugas pencatatan dan pelaporan.
Tetapi, BAZNAS memiliki kewajiban konstitusional yang lebih berat namun penuh berkat karena sarat tantangan dan perjuangan.
Yakni, menangani bidang pengumpulan dan pendistribusian dalam rangka memoderasi dan mencegah ketimpangan sosial serta mengentaskan kemiskinan.
Inilah relevansi Harkitnas dengan kebangkitan zakat pascakehadiran UU Nomor 23 Tahun 2011 yang merupakan momentum untuk menjadikan rukun Islam ketiga sebagai pilar kebangkitan ekonomi umat dan bangsa, serta pengembangan sumber pendanaan untuk pembangunan kesejahteraan mustahik di luar APBN.
Dan inilah tugas yang amat prestisius karena amil menjadi salah satu pekerjaan paling mulia dengan beberapa alasan.
Pertama, amil adalah profesi yang surat keputusan (SK) pengangkatannya disebutkan dalam Al-Quran Surat At-Tawbah ayat 60.
Kedua, banyak sahabat Rasulullah SAW yang diangkat menjadi amil, seperti Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, Muaz bin Jabal dan lain-lain.
Ketiga, pekerjaan amil adalah tugas dakwah, yaitu mengajak umat melaksanakan ibadah yang tak hanya berdimensi vertikal (hablun min Allah), tapi juga horisontal (hablun min al-nas). Ibadah yang menunjukkan keshalehan individual sekaligus keshalehan sosial. Keempat, pekerjaan amil mendapatkan ganjaran pahala berjihad di jalan Allah.
Di zaman Nabi SAW, proses perekrutan amil, selain dilakukan pada para sahabat senior, juga melibatkan para pemuda. Seperti Ibnu Lutaibah dari suku Asad, yang mendapatkan tugas mengurus zakat Bani Sulaim.