Berkenalan dengan Diferensiasi dan Keunggulan Pesantren Bina Insan Mulia 2
Oleh Dr. HC. Ubaydillah Anwar*
TRIBUNNEWS.COM - Setelah program pesantren berjalan masuk tahun kedua, saya mulai menemukan banyak fakta mengenai diferensiasi dan keunggulan Pesantren Bina Insan Mulia 2. Pesantren ini tidak saja mewah dari sisi fasilitas dan unik dari segi bangunan, tapi juga punya sistem pembelajaran yang komprehensif dan target kelulusan yang berorientasi jauh ke masa depan.
Awalnya, ketika saya diajak untuk mendiskusikan rencana pembukaan Pesantren Bina Insan Mulia 2, saya agak kaget. Bagaimana mungkin, Pesantren Bina Insan Mulai 1 saja usianya baru 8 tahun kala itu. “Kok, berani-beraninya membuka pesantren baru lagi,” kata saya dalam hati.
Tapi kekagetan itu segera saya hentikan ketika saya sadar bahwa KH. Imam Jazuli memang telah terbiasa memiliki gagasan yang melompati zaman. Di samping itu, kiai yang mendapat julukan “without the box thinker” ini juga seorang pekerja keras.
Dari ide kreatif ditambah dengan kerja keras, dan melibatkan jalur langit, maka lahirlah karya inovatif Pesantren Bina Insan Mulia 2.
JAWABAN UNTUK KELAS MENENGAH KE ATAS
Suatu kali, Kiai Imam Jazuli bercerita bahwa ada sebagian wali santri yang batal mendaftarkan anaknya di Pesantren Bina Insan Mulia 1. Alasannya bukan soal NU dan tidak NU, bukan soal tradisional atau modern, tetapi lebih karena fasilitas pesantren.
Maklum, baik untuk kelas Jawa Barat atau Indonesia secara umum, Pesantren Insan Mulia 1 tergolong pesantren yang berbiaya rendah, meskipun target kelulusannya telah banyak yang menjangkau kampus di luar negeri.
Fakta inilah yang kemudian ikut mendorong KH. Imam Jazuli, Lc, MA memperkuat komitmennya untuk melayani kebutuhan kelas menengah-atas terhadap fasilitas pesantren. Dan itu bukan di Pesantren Bina Insan Mulia 1, tetapi harus ada pesantren baru lagi.
Pertumbuhan kelas menengah di Indonesia, di luar persoalan Covid 19, dinilai luar biasa. Dan mereka kerap disebut sebagai tumpuhan ekonomi Indonesia. Laporan media menyebutkan ada sebanyak 45% populasi Indonesia (sekitar 115 juta) sedang bergerak menuju kelas menengah.
Hampir semua produk teknologi dan kenyamanan hidup lain menyasar kelas menengah-atas. Mulai dari handphone, kendaraan, mall, paket umroh, hotel dan lain-lain. Tak bisa dipungkiri bahwa mereka dalam mendidik anak pun cenderung memberikan keleluasaan untuk menikmati berbagai produk teknologi dan kenyamanan hidup tersebut.
Di sini lain, ada kebutuhan mendasar dari kelompok kelas menengah-atas terhadap pendidikan anak-anaknya. Mereka berkeinginan anak-anaknya mendapatkan penyempurnaan pendidikan, yaitu pendidikan agama tanpa harus kehilangan modal kapital dan prestasi professional yang kini telah diraih orangtuanya. Bahkan kalau bisa anak-anaknya melampaui orangtuanya.
Untuk fasilitas, Pesantren Bina Insan Mulia 2 hadir menjawab kebutuhan tersebut. Para santri dimanjakan dengan suasana dan lingkungan fisik pesantren yang bernuansa etnik. Tersedia fasilitas olahraga dari mulai basket, renang, tenis meja, dan lain-lain. Gedung bioskop dan fasilitas gymnastik juga disediakan. Di sediakan juga Kafe dengan menu ala Timur Tengah dan Barat.
Fasilitas dalam kamar pun tak kalah mewahnya. Setiap kamar dilengkapi fasilitas kamar mandi di dalam, wifi, full AC, play station, kulkas dua pintu, televisi, dan ranjang bertingkat. Toilet kamad mandi distandarkan dengan hotel bintang 4. Demikian juga untuk makanan dan laundry yang distandarkan pada fasilitas hotel.
Untuk semua fasilitas yang tersedia tersebut, bayaran yang ditetapkan Pesantren Bina Insan Mulia 2 masih tergolong rendah dan sangat terjangkau dibandingkan dengan beberapa boarding school yang ada di kota-kota besar, padahal fasilitas Bina Insan Mulia 2 jauh lebih lengkap dan elit dari boarding school.
Meski terselimuti dengan berbagai fasilitas seperti di rumahnya, tapi para santri tetap dididik dengan nilai-nilai dan tradisi pesantren, terutama tirakat (kemampuan melarang diri), kemandirian, dan kepemimpinan (soft skills).
Untuk tirakat, para santri diberi pengalaman mempraktikkan Puasa Dalail khairat, sebagaimana santri-santri di Bina Insan Mulia 1. Puasa dan Wirid Dalail menjadi sunnah Pesantren Bina Insan Mulia 2. Tirakat Puasa Dalail adalah puasa tahunan, selama tiga tahun, uniknya, Seluruh santri Bina Insan Mulia 2 sudah mulai puasa tirakat dalailul khairat mulai semester 10, sehingga seluruh santri akan merasakan tirakat puasa dalail selama 2,5 tahun selama di pesantren dan 6 bulan sisanya setalah keluar pesantren/diluar negeri.
Untuk kemandirian dan leadership, Pesantren Bina Insan Mulia 2 memberikan praktik langsung melalui pendidikan organisasi di sekolah, di kamar, atau di lapangan dan di berbagai kegiatan. Selain itu, Pesantren Bina Insan Mulia juga memiliki agenda training soft skills secara berkala, baik untuk santri, pembimbing, dan para guru.
MERSPONI PERSOALAN BANGSA KE DEPAN
“Fasilitas jelas bukan tujuan kami, tapi sarana untuk menghantarkan santri-santri mencapai tujuan,” tegas Kiai Imam Jazuli dalam pertemuan dengan wali santri.
Pesantren Bina Insan Mulia 2 memiliki dua unit pendidikan. Yaitu SMP Unggulan Bertaraf Internasional dan SMA Unggulan Bertaraf Internasional. Karena bertaraf internasional, maka kurikulum pun berstandar internasional dengan buku-buku pelajaran yang diterbitkan oleh Oxford, Combridge, atau Pearson, sebagaimana sekolah internasional. Selain itu, aktivitas pembelajaran juga menggunakan smart class dan moving class, mengikuti apa yang diterapkan di New Zealand dan Findlandia.
Apa sasaran pendidikan di Pesantren Bina Insan Mulai 2? Ternyata bukan soal fasilitas saja yang berbeda. Sasaran pendidikannya juga berbeda dengan Bina Insan Mulia 1. Sasaran pendidikan Bina Insan Mulia 2 diarahkan untuk mengisi ruang-ruang produktif dari penanganan urusan riil bangsa ini.
Idealnya, sebagai negara yang ber-Pancasila, Indonesia harus dikelola oleh orang-orang yang berkompeten sekaligus berkarakter (akhlak mulia). Selama ini, bangsa kita dihadapkan pada teka-teki yang jawabannya tidak hadir secara utuh. Ada orang yang berkarakter tetapi tidak bekompeten mengurus bangsa ini. Atau sebaliknya, punya kompetensi tetapi tidak punya karakter.
Jumlah orang yang kompeten dan berkarakter yang menangani urusan riil bangsa ini masih sangat sedikit. Itu pun sebagian besar produk dari keluarga dan pengembangan pribadi, belum banyak dan dihasilkan dari sistem pendidikan. Inilah peluang dan sekaligus tantangan dari pendidikan Islam, seperti pesantren.
Pesantren Bina Insan Mulia memfokuskan pembelajaran pada penguasaan ilmu-ilmu produktif yang dibutuhkan oleh kemaslahatan bangsa ke depan. Di antaranya adalah matematika, fisika. biologi, bahasa, dan ilmu-ilmu sosial. Untuk pembentukan karakter berbasis nilai-nilai Islam, dilakukan dalam kehidupan di asrama, masjid, dan berbagai tempat.
Materi keagamaan pesantren diajarakan di kelas dan di luar kelas. Para santri diajari materi yang paling dasar, mulai dari tahsin, tajwid, figh, akidah, bahasa Arab, dan beberapa kitab kuning, serta kegiatan kemasyarakatan.
Target study lanjutan untuk para lulusannya juga berbeda dengan Pesantren Bina Insan Mulia 1 atau pesantren pada umumnya. Bina Insan Mulia 2 menyasar beberapa perguruan tinggi di China, Australia, Eropa dan Amerika. “Upaya untuk membangun networking terus kami rintis sejak sekarang,” jelas Dr. Ferry Siregar, MA, Kepala Sekolah SMA BIMA 2 ini yang menyelesaikan pendidikannya dari Al-Azhar Mesir dan post-doctoral-nya dari Florida-Amerika. Bahkan menurut Dr. Ferry Siregar, sebagian anak-anak SMP/SMA Bina Insan Mulia 2 yang ingin mengikuti pertukaran pelajar atu homestay di Inggris, Australia, dan Singapura pun terbuka.
Ke depan, jika di Indonesia sudah mulai banyak tumbuh pesantren semacam Bina Insan Mulia 2 ini, maka akan terbuka peluang terbentuknya jaringan para teknokrat, birokrat, ilmuan sosial dari berbagai bidang, para politisi, dan para pemangku jabatan publik yang berlatar belakang pendidikan pesantren.
Sesuai perintah al-Quran, orang yang berkarakter dan berkompeten harus membangun bangunan jaringan dan kelompok (wakuunu ma’ash shodiqin) untuk bisa menghasilkan kemaslahatan yang lebih besar. Semoga bermanfaat.
*) Penulis adalah Heart Intelligence Specialist dan Konsultan HCM (Human Capital Management) Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon. Juga, Presiden Akademi Soft Skills Indonesia (ASSI).