News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

'Quo Vadis' Sistem Peradilan Mahkamah Pelayaran

Editor: Toni Bramantoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Menurut Chairijah Mahkamah Pelayaran di Indonesia merupakan lembaga pemerintah yang bertanggungjawab kepada Menteri Perhubungan dan bukan termasuk dalam kekuasaan kehakiman sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Adapun kewenangan yang di miliki adalah melakukan pemeriksaaan pendahuluan oleh Syahbandar dalam rangka penerapan standar profesi kepelautan terhadap nahkoda dan/ atau perwira kapal atas terjadinya kecelakaan kapal.

Sedangkan menurut Etty R. Agoes dalam Laporan Akhir Tim Analisis Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan tentang Yuridiksi dan Kompetensi Mahkamah Pelayaran, "Bahwa Mahkamah Pelayaran hanya berwenang melakukan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal yang bersifat administratif dalam rangka penegakan aturan profesi kepelautan dan tidak memiliki yuridiksi memutus perkara yang berkaitan dengan aspek keperdataan atau aspek pidana.

Chandra Motik mengatakan Bahwa Mahkamah Pelayaran adalah Lembaga yang memeriksa semua kecelakaan kapal di laut untuk dapat menentukan penyebab kecelakaan, terutama bilamana ada dugaan kuat bahwa kecelakaan iitu (dapat disebabkan kesalahan oleh Nahkoda atau perwira yang memimpin kapal).

Dengan kedudukannya seperti saat ini Mahkamah Pelayaran merupakan bagian dari Kementerian Perhubungan, atau dengan kata lain sebagai salah satu bagian dari Lembaga Eksekutif, tentunya Mahkamah Pelayaran sulit untuk dapat dikategorikan sebagai sebuah lembaga peradilan.

Mahkamah Pelayaran berwenang melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mengambil keputusan atas kecelakaan kapal, antara lain menjatuhkan sanksi berupa hukuman/tindakan administratif yang berkaitan dengan profesi kepelautan, di dalam kasus-kasus:
a. kapal tenggelam;
b. kapal terbakar;
c. kapal tubrukan yang mengakibatkan kerusakan berat;
d. kecelakaan kapal yang menyebabkan terancamnya jiwa manusia dan kerugian harta benda; dan
e. kapal kandas dan rusak berat.

Dalam Peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang kecelakaan Kapal dinyatakan tugas mahkamah Pelayaran, sebagai berikut:
1. Mempelajari sebab-sebab terjadi kecelakaan kapal untuk menentukan apakah ada kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standard professional kepelautan yang dilakukan Nahkoda atau pemimpin kapal dan awak kapal lainnya.

2. Menetapkan hukuman administratif pada Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau awak kapal lainnya yang memiliki ijazah yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia yang melakukan perbuatan kekeliruan atau kelalaian dalam menjalankan standard professional kepelautan.

Terkait hal-hal tersebut, Mahkamah Pelayaran hanya memberikan sanksi administratif yang dapat berupa teguran tertulis, penangguhan sementara ijazah pihak yang bersalah, setelah melalui proses persidangan di muka Mahkamah termasuk tata cara pembuktian dan kesaksian.

Jika kita mencermati akan aturan-aturan yang melandasi Mahkamah Pelayaran, jelas bahwa Mahkamah pelayaran saat ini bukan merupakan badan peradilan, dan kedudukannya pun tidak dalam lingkungan Peradilan Umum.

Dengan demikian, sesungguhnya Mahkamah Pelayaran tidak memiliki yuridiksi untuk memutus perkara yang berkaitan dengan aspek keperdataan (seperti tanggung jawab pengangkut, ganti rugi atau kompensasi ekonomi) atau aspek pidana, sekalipun timbul dalam kaitan dengan kecelakaan kapal, karena masalah-masalah ini merupakan yuridiksi Peradilan Umum.

Oleh sebab itu, yuridiksi dan kompetensi Mahkamah Pelayaran belum dapat disetarakan dengan sebuah lembaga peradilan maritim, atau yang lazim disebut Mahkamah Maritim atau Admiralty Court.

Untuk itu, di masa sekarang mau tidak mau dan harus dipikirkan mengenai keberadaan sebuah lembaga peradilan maritim yang memiliki yuridiksi dan kompetensi yang luas, seperti yang dimiliki oleh Mahkamah Maritim di Negara-negara lain.

Lembaga peradilan maritim yang memiliki yuridiksi yang mencakup semua aspek hukum yang ditimbulkan dari kegiatan pelayaran, juga tidak terbatas hanya persoalan yang sifatnya administrasi profesi kepelautan dan teknis pelayaran melainkan juga bisa menangani masalah-masalah keperdataan, pidana, ekinomi, lingkungan dan juga administratif dengan kata lain dapat mengadili suatu perbuatan melawan hukum yang terjadi di laut.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini