News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tentang Dikotomi Pesantren Modern dan Salaf, Pesantren Butuh Model Ketiga

Editor: Husein Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH. Imam Jazuli

Without The Box Thinking, Tentang Dikotomi Pesantren Modern dan Salaf

Oleh : KH Imam Jazuli, Lc. MA

TRIBUNNEWS.COM - Suatu ketika, saya kedatangan tamu dari negeri jiran Malaysia. Mereka berasal dari salah satu stasiun teve swasta. Atas rekomendasi sebuah lembaga di sana, Pesantren Bina Insan Mulia termasuk salah satu pesantren yang harus dikunjungi di Indonesia.

Stasiun televisi tersebut ingin membuat tayangan pesantren Indonesia di acara Ramadhan. Saya tidak tahu apa kriteria yang menjadi patokan mereka. Yang saya tangkap dari percakapan itu bahwa menurut mereka Pesantren Bina Insan Mulia memiliki keunikan atau perbedaan.

Setelah mereka meminta izin, mereka melihat-lihat lokasi langsung. Mereka ambil beberapa gambar kemudian mewawancarai santri dan terus berdiskusi dengan guru. Mereka meminta penjelasan apa saja kegiatan di Bina Insan Mulia, bagaimana kegiatan itu dikelola dan memotret wajah fisik Pesantren Bina Insan Mulia secara keseluruhan.

Setelah itu barulah mereka mewawancarai saya. Dari sekian pertanyaan itu, ada satu hal yang menurut saya perlu dijelaskan tidak saja di momen itu. Saya perlu sampaikan kepada khalayak pesantren di Indonesia, khususnya wali santri, santri, dan masyarakat yang mencintai pesantren.

Saya ditanya, Pesantren Bina Insan Mulia ini termasuk salaf atau modern? Tentu tidak bisa saya jawab salah satunya, apakah modern atau salaf. Saya merasa perlu menjelaskan ini dengan latar belakang yang panjang agar pertanyaan tersebut mendapatkan jawaban yang lengkap.

Pesantren Salaf dan Modern

Awalnya, pesantren di Indonesia ini bisa disebut salaf. Salaf di sini pengertiannya tradisional. Pesantren salaf berkembang secara mengalir. Ada kelompok masyarakat yang belajar ilmu agama kepada salah seorang tokoh yang kemudian disebut kiai.

Lama-lama, jumlah santri bertambah banyak dan mereka datang dari tempat yang berbeda-beda. Supaya tidak pulang balik yang menyita waktu, para santri kemudian membangun pondokan untuk menginap. Tentu atas izin kiai. Bisa juga kiai yang menyediakan tempat mondok itu untuk para santri agar bisa menginap.

Kegiatan di pondok umumnya dikelola oleh santri sendiri. Para santri masak sendiri. Bahkan di zaman dulu, mereka punya lampu sendiri-sendiri untuk belajar. Pakaian utama yang menjadi ciri khas untuk santri putra adalah sarung, kopyah, dan sandal.

Buku yang diajarkan adalah kitab kuning dengan bahasa Arab lalu diterjemahkan secara kata perkata oleh kiai dengan bahasa daerah. Para kiai mengajarkan kitab-kitab tersebut dengan metode sorogan, bandongan, atau juga wetonan.

Metode sorogan berarti para santri menyodorkan materi yang ingin dipelajarinya atau kitab tertentu yang ingin dipelajarinya lalu para kiai membimbingnya. Sedangkan bandongan berarti memperhatikan secara saksama atau menyimak.

Dengan metode ini, para santri akan belajar dengan menyimak secara kolektif atau berbondong-bondong. Metode wetonan berarti pengajian yang diadakan oleh kiai berdasarkan waktu, biasanya sebelum atau sesudah melakukan shalat fardhu di masjid atau mushala pesantren.

Seiring dengan perkembangan zaman, metode klasikal kemudian juga diterapan. Dan pemilihan kitab pun disesuaikan dengan tingkatan kelas. Misalnya nahwu di tingkat dasar menggunakan buku Jurumiyah, lalu nahwu di tingkat menengah menggunakan Imrity dan di tingkat atas menggunakan Alfiah. Demikian juga pada pelajaran figh maupun al-hadits.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini