Sungguh di luar dugaan. Saya pikir yang mau ikut sedikit. Begitu dibuka pendaftaran, ternyata 3000 yang mendaftar. Untuk menambung hadirin, Pesantren Bina INsan Mulia sampai mem-booking 3 hotel di Cirebon, Hotel Aston, Hotel Luxton, dan Hotel Swiss-Belhotel.
Menyaksikan langsung animo yang begitu besar dari wali santri dan masyarakat umum, Pesantren Bina Insan Mulia bertekad untuk mengadakan kegiatan tersebut tidak hanya sekali setahun. Bisa jadi setiap tiga bulan sekali.
Ketiga, akulturasi budaya. Sering dipahami bahwa akulturasi budaya adalah terjadinya proses perpaduan antarbudaya dan menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut.
Wali Songo adalah contoh terbaik untuk hal ini. Meski hadir dengan konsep hidup yang baru, yaitu Islam, tapi kehadiran Wali Songo tidak membumi-hanguskan berbagai acara social yang saat itu bertentangan dengan Islam. Wali Songo mengikutinya lalu mengganti isinya agar acara tersebut terbimbing secara Islam.
Belajar kepada Wali Songo itulah para kiai pesantren salaf terus memperjuangkan Islam melalui jalur budaya dan menghindari kekerasan yang radikalis. Tahlil, marhabanan, khoul, sarung, kopyah, dan seterusnya adalah kreasi yang muncul dari akulturasi.
Pesantren Bina Insan Mulia memegang teguh strategi akulturasi ini. Bahkan tidak hanya dengan budaya local, tetapi budaya internasional. Seperti Korea, Jepang, atau Timur Tengah. Para santri menampilkan berbagai kreasi seni mereka melalui Panggung Gembira dan kegiatan lain.
Bahkan untu hari Sabtu, para guru dan para santri mengenakan pakaian serba gaul, tidak selalu harus pakai sarung dan kopyah. Mereka boleh memakai celana jean, kaos, jaket, sepatu modis kayak anak di luar pesantren, selama masih sopan.
Keempat, pengajaran kitab kuning. Ini memang karakteristik yang paling menonjol dari pesantren salaf dari dulu hingga hari ini. Sampai-sampai tidak sedikit tokoh atau kiai yang berpendirian bahwa yang disebut pesantren salaf itu ya kitab kuning. Jika kitab kuning tidak ada, bukan pesantren salaf namanya.
Beberapa jenis kitab yang diajarkan di pesantren salaf di Indonesia, antara lain bidang fikih (Safinah, Taqrib, dan Fathul Mu’in), akidah (Aqidatul Awam, Jawahirul Kalamiyah, Tijan), nahwu (Jurumiyah, Imrithy, Alfiah), shorof (Tashrif, Maqsud, Kailani), hadits (Arabain, Bulughul Marom, Riyadh), tafsir (Jalalain), dan seterusnya.
Pesantren Bina Insan Mulia tetap berkonsentrasi pada pengajaran kitab-kitab tersebut. Tentu saja disesuaikan dengan tingkatannya. Bahkan Pesantren Bina Insan Mulia juga memberikan tambahan untuk membakali santri membaca kitab kuning dengan metode terbaru. Misalnya menerapkan pembelajaran Amtsilaty.
Ciri-ciri Kemodernan Bina Insan Mulia
Ada hampir keseluruhan ciri pesantren modern telah diterapkan di Bina Insan Mulia, baik 1 maupun Bina Insan Mulia 2.
Pertama, pembelajaran klasikal. Dari pagi sampai siang, pembelajaran di Bina Insan Mulia dilakukan di kelas dengan kurikulum yang telah direncaanakan. Pelajaran pesantren salaf, seperti figih, nahwu, shorof, dan lain-lain juga dilakukan di kelas. Bahkan untuk Bina Insan Mulia 2 pembelajarannya menggunakan smart class dengan standar internasional.
Kedua, bahasa. Bahasa yang diajarkan di Bina Insan Mulia adalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Inggris. Untuk bahasa Inggris, Bina Insan Mulia bekerjasama dengan BEC Pare, Kediri. Begitu di asrama, mereka juga dikenakan wajib berbahasa Inggris dengan menerapkan metode pembelajaran berbasis program sehingga waktunya lebih cepat dan hasilnya lebih maksimal.
Ketiga, kegiatan kepramukaan, kesenian, dan keolahragaan. Seluruh santri diwajibkan untuk mengikuti kegiatan kepramukaan. Bahkan Bina Insan Mulia kerap menyewa tempat pariwisata untuk berkemah. Untuk bidang kesenian, para santri Bina Insan Mulia tidak saja biasa menampilkan pertunjukan seni berbasis budaya lokal, seperti Saman atau Topeng. Mereka juga aktif menampilkan seni internasional, seperti K-Pop Korea dan R & B. Tentu tetap diberi sentuhan aspek-aspek pendidikan pesantren.
Keempat, manajemen kegiatan. Seluruh kegiatan santri, baik di kelas maupun di asrama dikelola oleh Pesantren Bina Insan Mulia. Bahkan mereka tidak dibebankan lagi dengan biaya tambahan. Seluruh biaya ditanggung Pesantren.
Kelima, pakaian santri dan guru. Di hampir seluruh kegiatan pembelajaran, para santri dan guru mengenakan pakaian modern ditambah kopyah. Bahkan untuk hari Sabtu, para santri dan guru berpakaian kasual bebas. Mungkin ini tidak ada di pesantren modern manapun.
Bina Insan Mulia juga sudah mulai menerapkan pengiriman pelajar tidak hanya ke Timur Tengah, tetapi ke negara-negara Eropa, Asia, Amerika, dan Australia. Beberapa kampus sudah mulai ada kerjasama dengan Bina Insan Mulia.
Penyelenggaraan kegiatan pengembangan kualitas guru tidak saja dilakukan oleh internal, misalnya dengan saya saja atau dengan guru-guru senior di sini. Pesantren Bina Insan mulia memiliki silabus pengembangan guru dan bekerja sama dengan lembaga professional untuk mendapatkan pengayaan.
Silabus pengembangan guru dan santri dimulai dari aspek pengembangan diri, lalu ke kerjasama dan komunikasi, kemudian di kepemimpinan. Santri-santri pun demikian. Untuk menciptakan suasana yang berbeda, seluruh kegiatan training, baik guru dan santri-santri dilaksanakan di hotel, baik di Aston Hotel Cirebon atau Luxton Hotel and Convention.
*) Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia 1 dan Bina Insan Mulia 2 Cirebon. Pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. Penulis merupakan alumnus Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; alumnus Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; juga alumnus Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; dan alumnus Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies.*_