News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

YKMI: Gugatan Terkait Jaminan Vaksin Halal ke MA Tidak Terkait Merk Tertentu

Editor: Endra Kurniawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suntik vaksin Covid-19.

Ini yang membuat berang. YKMI telah mengajukan keberatan administrasi atas terbitnya Surat Edaran itu. Tapi tak ditanggapi. Karena tiga jenis vaksin itu, tak satu pun memenuhi kriteria UU Jaminan Produk Halal.

Ingat, dasar hukum program vaksinasi itu hanya setingkat Peraturan Presiden. Keluarnya Fatwa MUI, anjuran ulama dan cendikiawan muslim, tak diindahkan pemerintah. Karena program booster masih menggunakan vaksin yang tak halal. Alias mengandung bahan tripsin babi. Sementara vaksin yang halal, yang suci, telah tersedia.

Dari sini, YKMI pun bergerak. Atas dasar kegelisahan ulama dan cendikiawan muslim, atas sikap pemerintah yang tetap memberikan vaksin nonhalal pada umat Islam. Karena perintah halal dan haram itu, dasarnya adalah Al Quran dan Sunnah. Konstitusi UUD 1945, juga menjamin hal itu. Bahwa warga negara berhak menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Umat Islam berhak untuk mendapatkan vaksin halal, karena itu bagian dari ibadah.

Tanggal 14 April 2022, MA mengetok putusan Hak Uji Materiil itu. Isinya mengabulkan gugatan YKMI. Pasal 2 harus ditafsirkan resmi, bahwa pemerintah wajib menjamin kehalalan vaksin.

Keluarnya putusan MA itu, membuat berang sebagian kalangan. Terutama para broker dan “pemain’ vaksin non halal. Terjadi dialektika.

Putusan MA, penuh dasar hukum kuat. Karena UU Jaminan Produk Halal dan PP No.31/2019 telah menyatakan tegas. Pasal 1 ayat (1) UU JPH menyatakan, bahwa produk adalah barang dan jasa, termasuk didalamnya makanan, minuman, obat, kosmetik, kimiwai, produk biologi, produk rekayasan genetik dan lainnya, yang digunakan dan dimanfaatkan masyarakat. Ini jadi domain dalam UU JPH.

Lalu Pasal 4 beleid itu juga mengatur, “Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia, wajib bersertifikat halal.”

Lalu bagaimana dengan vaksin? Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No.10 Tahun 2021 menyatakan defenisinya. Vaksin, menurut Permenkes itu, adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan.

Nah, dari defenisi ‘vaksin’ Permenkes itu, maka ‘vaksin’ adalah masuk dalam kategori ‘produk biologi.’ Ini masuk dalam jangkauan UU JPH. Artinya, wajib bersertifikat halal. UU dan PP yang mengaturnya. Maknanya, Perpres No. 99 Tahun 2021 yang mengatur jenis dan vaksinasi, wajib tunduk pada aturan diatasnya: UU JPH dan PP 99/2021 tadi.

Maka, sejatinya semua vaksin wajiblah bersertifikat halal. Ini perintah UU JPH dan PP tersebut. Tapi vaksin yang bersertifikat halal hanya ada beberapa jenis saja: Sinovac, Sinopharm, Merah Putih dan Zifivax. Jenis vaksin itu yang dikatakan telah memenuhi UU JPH dan PP 99/2021 tersebut.

Sementara vaksin jenis AstraZeneca, Moderna, Pfizer, sama sekali tak memiliki sertifikat halal. Ini tak memenuhi kriteria UU JPH. Ini yang jadi kewajiban pemerintah untuk bertanggungjawab menyediakan vaksin halal.

Keluarnya Putusan MA, memerahkan kuping banyak pihak. Karena menyasar bahwa vaksin yang tak memenuhi kriteria UU JPH dan PP 91/2021 itu, tak layak digunakan umat Islam. Itu semestinya.

Tapi vaksinasi tahap ketiga (booster) seperti dikebut. Jadi syarat mudik Lebaran 2022. Alhasil umat Islam, berbondong-bondong banyak disuntik vaksin yang non halal. Padahal Putusan MA telah keluar, dan wajib dipatuhi.

Putusan MA itu, menohok para pemain vaksin nonhalal tadi. Maka, beberapa hari setelah putusan itu menjadi polemik di masyarakat, muncul opini tentang keunggulan jenis vaksin AstraZeneca, Moderna dan Pfizer. Ketiga jenis vaksin ini, merujuk pada UU JPH dan Putusan MA itu, tak layak lagi digunakan. Karena belum memiliki sertifikat halal tadi.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini