Menurut kurator museum Smithsonian, Wilson Hulme, prangko dalam koleksi tersebut cenderung biasa saja dan kondisinya pun cukup buruk.
Akan tetapi karena popularitas John Lennon, maka pada tahun 2004 album tersebut dijual oleh Stanley Gibbons seharga lima puluh ribu dollar Amerika.
Belakangan ini, China sedang menggalakkan penjualan benda filateli modern dengan jargon investasi sehingga dokumen-dokumen filateli seperti buku tahunan, presentation pack, dan lainnya hampir disetarakan dengan kertas saham.
Untuk menarik pembeli, bahkan ada juga sertifikasi dari tim ahli yang bukan pedagang dan bukan juri filateli internasional karena dianggap bebas dari konflik kepentingan.
Dengan segala embel-embel kemasan bagus, sertifikasi, dan lainnya, prangko Cina kini tengah naik daun di kalangan filatelis.
Hanya saja, menurut salah satu pedagang besar Indonesia, Christian Kyriss, harga benda filateli Cina tetap saja terlalu tinggi karena banyaknya kemasan dan biaya promosi.
Bagi filatelis serius, mungkin koleksi bekas pesohor seperti presiden Roosevelt, John Lennon, dan prangko-prangko Cina dengan sertifikat dari ahli tidaklah menarik karena tidak memiliki nilai kelangkaan sejati.
Akan tetapi, unsur-unsur personal dan kepemilikan dalam penaksiran harga benda filateli tetap tidak bisa diabaikan begitu saja.
Dalam berbagai lelang, benda-benda filateli dengan nilai puluhan ribu Euro atau milyaran Rupiah umumnya dijual dengan menyertakan riwayat kepemilikan sebelumnya.
Hal ini dilakukan bukan untuk memberi jaminan keaslian, tetapi untuk menunjukkan seberapa besar minat pasar terhadap benda tersebut dan memberi alasan kenapa benda tersebut layak dilabeli harga selangit.
Pada beberapa koleksi tematik peraih medali tertinggi (Large Gold) di pameran tingkat dunia, terdapat pula beberapa benda filateli yang terkesan sangat spesial karena adanya unsur personal.
Hallvard Slettebo memasukkan sebuah sampul surat unik ke dalam koleksi bertema pramuka miliknya.
Sampul tersebut dikirim oleh Robert Baden Powell pada tahun 1900 yang sedang bertugas di kota Mafeking kepada kakaknya di Inggris.
Ada juga filatelis Jepang, Yukio Onuma, yang menampilkan sebuah surat tahun 1751 dengan segel pribadi milik Maria Teresa, ibunda dari kaisar Joseph II.