Selama ini menurut penulis, pengusutan terhadap tewasnya suporter tak pernah tuntas. Hanya lips service setelah itu hilang ditelan bumi. Hanya ungkapan prihatin dan belasungkawa yang disampaikan tanpa ada tindakan nyata.
“Kami prihatin dan berharap ini kejadian yang terakhir,” begitu kalimat yang sangat familiar ditelinga pencinta sepakbola nasional.
Memang miris melihat bahwa sejumlah kasus insiden yang menewasakan suporter tak diusut secara tuntas.
Pelakunya tak terjerat hokum. Ambil contoh Tri dan dua bobotoh yang wafat belum lama ini.
Saat itu, Iwan selaku Ketum PSSI berjanji untuk menuntaskan penyelidikan, tetapi tak ada kabar sampai kini.Alih-alih menuntaskannya, kasus tambahan dengan korban jiwa yang lebih banyak di Kanjuruhan kembali hadir membuat Iwan terpojok.
Ketum PSSI Mundur
Publik publik sepak bola Indonesia tentu masih ingat insiden “gol bunuh diri” ke gawang sendiri saat melawan Thailand di Piala Tiger 1998 (sekarang Piala AFF).
Pemain timnas Mursyid Effendi dihukum FIFA dengan larangan tidak boleh tampil di level internasional seumur hidup.
Pada pengujung pertandingan saat skor imbang 2-2, Mursyid yang berposisi sebagai stopper kemudian secara sengaja menendang bola ke dalam gawang sendiri.
Indonesia pun akhirnya kalah 2-3 dari Tim Gajah Putih.
Tujuan Mursyid mencetak gol bunuh diri agar Indonesia menghindari tuan rumah Vietnam pada laga semifinal Piala Tiger.
Sialnya, saat berjumpa Singapura, Indonesia kalah 1-2. Selain pemain,Indonesia juga diberi hukuman denda sebesar USD 40 ribu oleh FIFA. Saat itu Mursyid sebenarnya diberi kesempatan banding, namun PSSI tidak melakukan.
Kasus gol bunuh diri Mursyid Effendi itu membuat Ketua Umum PSSI, Azwar Anas, terpojok. Akhirnya ia memilih mundur untuk kemudian digantikan oleh Agum Gumelar.
Beberapa tahun kemudian, kontroversi terjadi lagi. Diawali munculnya surat kaleng ke media, soal adanya pengaturan skor pada final Piala AFF 2010.