DVI Indonesia bekerja untuk melakukan identifikasi korban-korban bencana massal, baik bencana alam (gempa, tsunami, banjir, badai, vulkanik, gelombang pasang dst), maupun bencana karena ulah manusia (sabotase, bom, kecelakaan pesawat, kapal, kereta, bus dst).
Seringkali korban-korban mati dalam bencana massal itu sudah sulit dikenali, relatif tidak lengkap dan utuh.
Bahkan kadangkala sudah mengalami dekomposisi lanjut. Beberapa korban hanya menyisahkan jaringan kerasnya, yakni tulang-belulang dan gigi-geliginya.
Negara kita – Indonesia – secara geografis berada di antara benua Asia dan Australia. Pengaruh angin Muson dari Asia ke Australia mempengaruhi kondisi angin/ badai, curah hujan, gelombang dan kemarau di negara kita.
Posisi di Wilayah Bencana
Negara kita juga merupakan pertemuan lempeng-lempeng Asia dan Australia yang mempengaruhi kegempaan wilayahnya.
Negara kita juga salah satu negara yang memiliki gunung api aktif terbanyak di dunia, dan merupakan bagian dari “Ring of Fire” atau sabuk/ cincin gunung api Asia Pasifik.
Negara kita terdiri atas ribuan pulau; oleh karena itu, transportasi yang memadai untuk menghubungkannya dengan transportasi laut dan udara.
Singkatnya, kondisi demikian membawa negara kita bagai “super market bencana”. Kedokteran bencana dan kegawat-daruratan merupakan keniscayaan dari sistem kesehatan negara kita.
Dalam bencana massal itu ahli antropologi forensik berperan untuk menangani dan mengidentifikasi korban-korban mati manusia, baik bersama DVI Indonesia, instalasi forensik dan instansi terkait lainnya.
Tugas identifikasi antropologi forensik masuk dalam Fase II DVI (yakni pengumpulan data postmortem).
Di sini para ahli antropologi forensik mengidentifikasi jenazah-jenazah – khususnya yang sudah mengalami dekomposisi lanjut – atau bahkan sudah dalam kondisi dry bones.
Proses ini untuk menentukan umur, jenis kelamin, afiliasi rasial, dan tinggi badannya, serta analisis patologis atau trauma yang terekam pada material-material osteologis dan odontologisnya.
Hasil-hasil identifikasinya masuk dalam data postmortem – tepatnya sebagai data sekunder postmortem.