DI ERA VOLATILITY, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) yang begitu dinamis ini, industri komunikasi menjadi salah satu pekerjaan yang akan dijemput oleh zaman karena peran dan tugasnya yang begitu dibutuhkan.
Ditambah lagi sejak masuknya internet dan media sosial, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi setiap praktisi komunikasi untuk lebih hati-hati dalam penjagaan citra dan reputasi sebuah instansi.
Kemudahan membuat dan membagikan pesan di media sosial menjadi hal yang perlu diwaspadai, karena dapat dengan mudah bisa mempengaruhi maupun menggiring opini publik.
“Sekarang semua orang bisa membuat berita, everybody has a voice.” kata Dr Firsan Nova, CEO Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication yang menjadi salah satu pemateri dalam Trainer Pelatihan Perkantoran Modern dan Layanan Bermutu (PMLB) Batch 2 dan 3 CPUI.
Dalam pelatihan yang diadakan guna meningkatkan hard skill maupun soft skill calon pegawai tetap sivitas Universitas Indonesia (UI) ini, Dr Firsan juga menyampaikan penting bagi sebuah instansi untuk membuat banyak narasi positif.
“Perusahaan yang baik tanpa narasi yang baik itu akan celaka." tuturnya.
Contoh kasus juga banyak dipaparkan oleh Dr Firsan terkait public enemy.
“Can you imagine, orang yang siangnya baik-baik saja kemudian dalam hitungan detik banyak hal bisa terungkap.” katanya dengan serius.
“Kecerdasan tidak disertai dengan komunikasi skill yang tinggi, padahal komunikasi itu bagian dari strategi, bukan aktivitas tambahan.” imbuhnya.
Memahami dan menguasai etika komunikasi menjadi tugas seluruh karyawan. Berhati-hati dan cermat mengamati bagaimana isu-isu itu berlari menjadi pesan yang ditekankan Dr Firsan dalam pelatihan yang dihadiri sivitas Universitas Indonesia ini.
Selaras dengan hal tersebut, pelatihan ini diadakan guna memberikan awareness bahwa seluruh karyawan memiliki tugas sama dalam menjaga nama baik dan menjadi wajah dari perusahaan atau sebuah instansi.
Dr Firsan juga menjelaskan, Etik yang paling tinggi adalah kejujuran dan transparansi, bukan kesantunan yang utama. Karena orang yang santun tapi tidak jujur juga fail. Tentunya, kejujuran dalam konteks pekerjaan itu tidak mudah.
Kejujuran dalam sebuah organisasi, lembaga, maupun corporate itu ada hambatan-hambatannya karena melibatkan banyak orang. Pasti di dalamnya membutuhkan approval dan di situlah ada barrier honesty.
Komunikasi etis mengacu pada cara berkomunikasi dengan jelas, ringkas, jujur, dan bertanggung jawab.
“Berusaha selalu jujur dan transparan, kemudian mencoba mengenali siapa yang menjadi lawan bicara kita, selanjutnya dapat menjaga privasi mereka, dan mengetahui timing yang tepat dalam menyampaikan menjadi kunci utama keberhasilan komunikasi” tutup Dr Firsan dalam zoom meeting PMLB hari kedua ini.