Inisiatif pusat memperbaiki jalan rusak di banyak daerah belum menyelesaikan semua persoalan. Masih ada catatan yang tetap harus digarisbawahi. Paling utama adalah perlunya terus menyoal profesionalitas Pemda dengan semua satuan kerjanya.
Orientasi Pemda harus fokus pada pengabdian membangun daerah dan masyarakatnya. Pembiaran jalan rusak sebagai infrastruktur dasar itu hanya menjadi bukti betapa banyak Pemda tidak profesional karena orientasinya tidak pada membangun daerah dan melayani masyarakatnya.
Rendahnya profesionalitas Pemda juga terlihat dari penggunaan sumber daya yang sudah tersedia. Saat Pemerintah pusat berkeputusan mengalokasikan anggaran Rp 32,7 triliun untuk perbaikan jalan rusak di banyak daerah tahun ini, ada ratusan triliun dana milik banyak Pemda yang masih mengendap di bank.
Pada akhir November 2022, Presiden sudah meminta Pemda segera merealisasikan anggaran belanja dan pendapatan daerah (APBD), mengingat saat itu masih ada Rp278 triliun dana Pemda mengendap di bank.
Kalau peduli, fokus mengabdi dan kreatif dalam berkebijakan, Pemda bisa saja menggunakan dana itu untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan infrastruktur dasar di daerahnya. Kalau endapan dana di bank itu sudah ditetapkan peruntukannya, alasan ini bisa diterima, tetapi tetap saja dibutuhkan penjelasan. Misalnya, untuk apa saja peruntukannya? Kapan akan dieksekusi? Dan, apakah peruntukan itu masuk skala prioritas?
Kalau eksekusi belum ditetapkan dan peruntukannya tidak masuk skala prioritas daerah, bukanlah kebijakan haram untuk menggeser pemanfaatan dana-dana itu untuk merespons atau menyelesaikan masalah lain yang lebih urgen, seperti memperbaiki jalan kabupaten yang rusak parah.