News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Tidak Sulit Menentukan Pelaku Utama Dugaan Korupsi Penyediaan Menara BTS 4G Kominfo

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate usai diperiksa di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus BTS, Rabu (17/5/2023).

Oleh: Petrus Selestinus
Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara

TRIBUNNEWS.COM - Konstitusionalitas kewenangan mantan Menteri Kominfo Johny G Palte (JGP), terkait tugas dan tanggung jawab penyediaan Menara BTS 4G telah beralih sepenuhnya kepada Badan Aksesibiltas Komunikasi dan Informasi (BAKTI) selaku Badan Layanan Umum (BLU).

Hal itu  melalui mekanisme pendelegasian wewenang dari Menkominfo (delegans) kepada BAKTI Cq. Direktur Utama Anang Achmad Latif (AAL) sebagai delegatoris.

Karena itu dalam diri Direktur Utama BAKTI selaku Pengelola dan Kuasa Pengguna Anggaran Proyek Penyediaan Menara BTS 4G, melekat "pendelegasian wewenang" dari Menkominfo sesuai ketentuan pasal 3 ayat (3) dan ayat (4) PP Nomor 23 Tahun 2005, Tentang Pengelolaan Keuangan BLU jo. pasal 69 UU Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara.

Dilihat dari struktur kekuasaan BAKTI yang bersumber dari "delegasi", maka posisi selaku tersangka pelaku utama berada di tangan Dirut BAKTI AAL (delegatoris).

Dengan demikian maka segala kerugian negara yang timbul akibat kebijakan Pengelolaan dan Penggunaan Anggaran operasional Penyediaan Menara BTS 4G, berikut penentuan metode pengadaan barang dan jasa, semuanya berada dan ditentukan oleh AAL selaku Delegatoris.

Baca juga: Penyidik Kejagung Geledah Perusahaan Suami Puan Maharani Terkait Kasus Korupsi BTS Kominfo

Pada sisi yang lain, selaku Menteri Kominfo JGP sebagai atasan BAKTI memiliki kewenangan menuntut pertanggung jawaban kepada Dirut BAKTI AAL selaku bawahan, terkait pekerjaan proyek Penyediaan Menara BTS 4G.

Namun bisa saja pertanggungjawaban itu belum terlaksana, pihak Kejaksaan sudah terlanjur melakukan proses hukum sejak tahun 2022 menuntut pertanggungjawaban pidana.

Meskipun demikian, proses Penyidik Kejagung hingga saat ini belum mengungkap semua pihak yang terlibat karena itu JGP mengajukan diri sebagai JC.

Guna memastikan ada beberapa pelaku lain entah di internal BAKTI dan Kemenkominfo ataupun pihak luar seperti perusahaan konsorsium dan para sub kontraktor penyedia barang dan jasa yang sebagaian kecil pelakunya sudah dijadikan tersangka dan ditahan.

Terakhir Direktur Utama PT. Basis Utama Prima (BUP), Mohammad Yusrizki (MY), selaku orang yang mewakili kepentingan bisnis PT. BUP.

Dimana 99,9 persen sahamnya milik suami Puan Maharani, Happy Hapsoro.

MY telah ditangkap dan ditahan atas sangkaan melakukan tindak pidana korupsi Penyediaan Menara BTS 4G. 

Dari tersangka MY diharapkan dapat diperoleh kesaksian tentang peran dan keterlibatan Happy Hapsoro, sebagai pemegang saham mayoritas yaitu 99,9% di PT. BUP.

Karena sebagai pemilik 99,9% saham, Happy Hapsoro tidak bodoh untuk membiarkan MY berjalan sendiri dalam mendapatkan proyek bernilai triliunan tanpa peran signifikan apapun mengingat MY yang tidak punya saham di PT. BUP, kecuali jabatan Dirut.

Perlindungan LPSK

Penetapan status tersangka kepada JGP, kemudian ditahan, merupakan tindakan Penyidik Kejaksaan yang terlalu dini karena seharusnya JGP menjadi sumber informasi utama tentang siapa-siapa saja yang terlibat dan berapa besar dana yang dialirkan kepada para pihak pelaku dugaan korupsi BTS 4G.

Karena bagaimanapun posisi JGP adalah pimpinan Kementerian Kominfo.

Dia mewakili institusinya yang menjadi korban tindak pidana korupsi, apalagi tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap seluruh akibat (kerugian) yang ditimbulkan dalam Penyediaan Menara BTS 4G, secara otomatis telah beralih kepada Dirut  BAKTI AAL sebagai delegatoris dalam proyek Penyediaan Menara BTS 4G.

Dengan demikian maka permohonan untuk menjadi Justice Collaborator (JC), yang diajukan oleh JGP, selain akan menegaskan bahwa JGP bukan pelaku utama, tetapi juga mestinya fasilitas JC itu dibuka sejak penyidikan di Kejaksaan Agung.

Meskipun kesempatan untuk mengajukan diri sebagai JC selama pemeriksaan di Pengadilan secara hukum masih terbuka. 

Beralih Tanggungjawab

BAKTI adalah BLU, yang dibentuk Pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui penyediaan barang dan jasa yang dijual, yang pelaksanaannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas tanpa mengutamakan keuntungan.

Dengan kewenangan penuh yang diperoleh Direktur Utama BAKTI melalui mekanisme "delegasi", maka "tanggung jawab" dan "tanggung gugat" atas pengelolaan anggaran untuk penyediaan Menara BTS 4G, maka Direktur Utama BAKTI AAL berpotensi menjadi pelaku utama dalam dugaan tindak pidana korupsi Penyediaan Menara BTS 4G di Kemenkominfo.

Prinsip kewenangan seorang pejabat negara berdasarkan delegasi, adalah "tanggung jawab" dan "tanggung gugat" beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi (delegatoris) sebagaimana hal itu diatur dalam pasal 1 angka 23, pasal 6 dan pasal 13 UU No. 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan (UUAP).

Pasal 1 angka 23 UUAP, memberikan batasan bahwa Delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari Badan atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi (delegans) kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan "tanggung jawab" dan "tanggung gugat" beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi (delegatoris).

JGP Jadi JC Beralasan

Eks Menteri Kominfo JGP menyatakan bersedia menjadi justice collaborator (JC) dalam kasus dugaan korupsi penyediaan Menara BTS 4G dilaksanakan oleh BAKTI, sebagaimana diungkap kuasa hukum JGP, Achmad Cholihin beberapa waktu lalu, ini jelas merupakan sesuatu yang beralasan dan menggembirakan bagi penegakan hukum kasus ini.

Keinginan JGP menjadi JC ini adalah bagian dari itikad baik dan juga karena JGP juga punya hak untuk mengajukan diri sebagai JC yang akan digunakan dalam persidangan nanti, karena dalam tahap penyidikan hak mengajukan diri sebagai JC sudah terlewatkan.

Apakah karena dirasa kurang kondusif atau memang sama sekali tidak dibukakan pintu. Posisi sebagai JC ini akan sangat membantu Majelis Hakim dalam mengungkap kebenaran materil seterang-terangnya tentang perkara ini.

Resikonya kalau hakim terkontaminasi dengan campur tangan kekuatan politik atau kekuatan uang, maka bisa saja permintaan menjdi JC ini ditolak Hakim, dengan demikian maka JGP tidak perlu mengharapkan bonus yang didapat dari perannya sebagai JC yang akan diperoleh dari Hakim, tetapi akan lebih baik jika secara moral tanpa tedeng aling-aling JGP  membuka semua yang dia tahu terlibat demi pembelaan diri yang bermartabat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini