Tidak hanya natur Jateng sebagai salah satu provinsi maju dengan posisi geostrategis penting yang memicu investor untuk datang, terdapat pula faktor aturan berbisnis yang jelas dan tegas. Kejelasan muncul karena gubernur sebagai kepala daerah berhasil mewujudkan sikap anti-korupsi. Keberhasilan itu dibuktikan oleh capaian Jateng sebagai provinsi paling anti-korupsi di Indonesia dengan nilai Indeks Persepsi Korupsi sebesar 78,17 pada tahun 2022 (Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Jateng, 2023).
Efisiensi melalui Digital
Adanya perwujudan sikap anti-korupsi akan membuat publik lebih percaya kepada pemerintah sebagai administrator keadilan sosial, menaikkan kesediaan untuk membayar pajak. Pernyataan ini terbukti pada kasus Jateng dengan realisasi penerimaan pajak yang meningkat selama tahun 2016 hingga 2022 yang diiringi dengan pengurangan surplus APBD Jateng pada kurun waktu serupa. Meski begitu, adanya upaya digitalisasi perencanaan anggaran membuat Pemprov Jateng berhasil
melakukan efisiensi sebesar Rp1,2 triliun dan menaikkan realisasi belanja. Salah tiga program yang direalisasikan adalah pembangunan jamban, pengaliran listrik secara gratis, dan Kartu Jateng Sejahtera bagi penduduk miskin. Ketiganya memungkinkan Jateng untuk mengangkat 1.093.200 penduduk miskin keluar dari jerat kemiskinan. Akan tetapi, capaian ini percuma jika kedalaman kemiskinan sebagai ukuran perbedaan rata-rata pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan malah melebar. Ternyata tidak sama sekali.
Selama 2013 hingga 2023, Jateng berhasil menekan indeks kedalaman kemiskinan (P1) lebih cepat dari rata-rata nasional dari 2,21 menjadi 1,75. Bahkan, angkanya sempat lebih rendah dari capaian nasional pada tahun 2019 dengan 1,53 dibandingkan 1,55. Kunci keberhasilan ini adalah penurunan kedalaman kemiskinan yang pesat di pedesaan, dari 2,38 menjadi 1,83. Penduduk desa-desa di Jateng yang sebelumnya lebih sukar untuk keluar dari kemiskinan pada tahun 2013 menjadi lebih mudah dibandingkan level nasional sejak tahun 2018 hingga 2023.
Terakhir, ketimpangan pendapatan orang kaya dan miskin di Jateng selama tahun 2013-2023, diukur dari indeks Gini lebih rendah dibandingkan tingkat nasional. Ratarata Jateng hanya 0,37, dibandingkan dengan 0,39 pada level nasional. Capaian ini dimungkinkan oleh penurunan indeks Gini yang lebih pesat di Jateng dibandingkan rata-rata nasional selama era 2013-2019. Hadirnya COVID-19 kembali menaikkan indeks Gini, namun levelnya masih konsisten di bawah rata-rata nasional.
Jadi, Apakah Ganjarnomics Berhasil?
Jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi semata, maka Ganjarnomics bukan trisula yang impresif. Ketajaman Ganjarnomics baru terlihat ketika kita menilik data yang terkait dengan kesejahteraan. Tiga sasaran Ganjarnomics berhasil dalam gugus pencapaian mengurangi penderitaan rakyat secara makro dan menekan kemiskinan ketimpangan secara mikro. Artinya, hasil pembangunan dinikmati oleh rakyat kebanyakan dan tidak hanya segelintir elite. Inilah contoh pembangunan inklusif yang layak diteruskan, bahkan dinaikkan skalanya menuju level nasional.