Inggris pun menerbangkan jet-jet tempurnya dari Siprus Utara guna membantu mencegat rudal-rudal Iran saat melesat menuju Israel.
Di darat, Yordania menjadi satu-satunya negara di Timur Tengah yang turut aktif mengoperasikan pertahanan udaranya guna menembaki rudal Iran yang melintas di wiayah udara mereka.
Artinya, serangan balasan bukan bersifat dadakan atau dirahasiakan sepenuhnya. Dari sini menjadi jelas, pesan apa yang ingin disampaikan Teheran.
Presiden AS Joe Biden yang langsung menggelar rapat kilat merespon aksi Iran, mengulang sikap dukungannya ke Israel.
Tapi Biden pun menegaskan, AS tidak akan terlibat serangan balik Israel ke Iran sesudah ini, jika Netanyahu memilih jalan kekerasan baru.
Hal itu dikatakan Biden langsung ke Netanyahu dalam percakapan telepon kedua pemimpin. Gedung Putih khawatir balasan Israel bakal memicu perang regional bersifat katastrofik.
Menurut sumber Gedung Putih, Perdana Menteri Israel berusaha memahami tindakan pembalasan apa pun oleh Israel tidak akan didukung Washington.
Ini menjadi tantangan terberat Netanyahu, yang kekuasannya terancam secara domestik akibat tekanan oposisi maupun elite radikal sayap kanan.
Sepanjang karier Netanyahu, musuh utama dia adalah Iran. Berulangkali Israel mengorkestrasi operasi mematikan di dalam negeri Iran.
Mossad menjalankan taktik senyap guna menghentikan program nuklir Iran, yang amat sangat dikhawatirkan Tel Aviv.
Lewat agen-agen sendiri maupun kelompok proksi di Iran, dinas intelijen Israel itu menyabot dan menggelar serangkaian aksi melemahkan Teheran.
Lantas, bisakah Joe Biden benar-benar mampu menahan Israel untuk tidak melanjutkan pertempuran langsungd dengan Iran?
Dalam kasus penghancuran Gaza, Netanyahu dan cabinet perangnya tampak mampu mengatasi tekanan berat Washington.
Mereka tidak peduli tekanan internasional, yang memaksa AS berakrobat meredakan kemarahan dunia atas kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina.