Namun dalam konteks perang melawan Iran, kemungkinan kalkulasinya akan sangat berbeda. Skala risikonya menjadi sangat besar bagi kawasan dan dunia.
Israel harus menghitung dampak konfliknya di jalur perdagangan minyak Laut Merah dan Teluk Persia.
Jika pun tetap nekat memberi respon atau balasan atas serangan rudal ke Israel, Netanyahu kemungkinan akan membuat skalanya mengecil.
Mungkin hanya sekadar pamer sebagai kekuatan militer paling dominan di Timur Tengah, dan bukan balasan yang bisa menyebabkan banyak kematian di Iran.
Jika tujuannya yang terakhir ini, maka mudah untuk memperkirakan reaksi apa yang akan ditunjukkan Iran.
Mungkin tidak hanya Israel dan AS, Yordania kemungkinan akan menerima balasan atas kerjasamanya mencegat rudal-rudal Iran yang melesat ke Israel.
Washington memang memiliki kekuatan lebih untuk mencegah Israel melakukan hal-hal konyol dan provokatif sesudah ini.
Bagaimanapun Pentagon dan industri militer AS masih menjadi tulang punggung Israel. Begitu pula dari segi pendanaannya.
Biden sejauh ini telah dipusingkan sikap keras kepala Netanyahu. Termasuk Keputusan provokatifnya menyerang komplek diplomatik Iran di Damaskus, Suriah.
Gedung Putih tahu dan bisa menduga, serangan ke konsulat Iran itu membuat Teheran tidak punya pilihan lain selain merespon langsung Israel sebagai pelakunya.
David Des Roches, seorang Profesor Madya di Universitas Pertahanan Nasional di Washington DC, mengatakan kepada Al Jazeera, dia terkejut Iran menggunakan serangan langsung ke wilayah Israel.
Ia menilai, tindakan itu harus mereka lakukan sebagai pertunjukan kemampuan dan rasa bangga untuk kekuatan tempur strategis yang mereka miliki.
Hal yang mungkin sedikit jadi pertanyaan, bagaimana Iran menghitung efek dari terbukanya konflik langsung dengan Israel, dengan persoalan Jalur Gaza.
Fokus dunia bisa beralih dari petaka kemanusiaan di Gaza. Israel bisa memperoleh untung dari situasi ini.