Situasi ini menegaskan peran dan kontribusi Iran ke Rusia dalam konteks perang Ukraina. Militer Rusia menggunakan drone-drone kamikaze buatan Iran dalam perangnya ini.
Secara teknologi, Iran memiliki keunggulan penguasaan dan produksi pesawat nirawak (drone) dibanding Rusia yang ketinggalan.
Kemampuan teknologi dan produksi drone Iran hampir menyamai Turki, Israel, China, dan AS yang bagaimanapun memimpin di industri militer ini.
Membantu navigasi ke Iran bagi China dan Rusia memiliki arti strategis. Model taktik hibrida ini efektif memberi tekanan, setelah berbagai cara diplomatic tak membuahkan hasil.
Berkonflik langsung dengan AS sebagai pelindung Israel, bagi China dan Rusia, belum menjadi opsi karena sifat bahaya global yang ditimbulkan.
Berdasarkan pengalaman luas di Ukraina, Moskow tahu entitas genosida psikopat Israel akan terus berlanjut jika Iran terus menerapkan “kesabaran strategis.”
Pada titik krusial, Iran akhirnya mengubah “kesabaran strategis” itu menjadi aksi yang menunjukkan keseimbangan baru.
Israel yang sangat dominan kekuatan militernya di Timur Tengah, memiliki lawan baru yang nyata dalam kapasitas negara.
Serbuan Israel ke Konsulat Iran di Damaskus, Suriah, yang menewaskan dua jenderal Iran, pada mulanya disikapi hati-hati.
Ini aksi provokasi dan serangan sangat langka ke komplek diplomatik dalam situasi perang. Peristiwa ini bahkan disamakan dengan pembunuhan Archduke Franz Ferdinand yang memicu Perang Dunia I.
Oleh karena itu ada banyak langkah strategis dilakukan oleh mitra-mitra Iran guna mengunci kekuatan pelindung Israel.
Sehari sebelum serangan Iran dimulai, pasukan komando Iran menyerbu dan menyita kapal kargo MVP Aries di Selat Hormuz.
Serangan di jalur perdagangan penting ini memberi isyarat luar biasa ke AS dan sekutunya, termasuk negara-negara Arab.
Secara psikologis, serbuan dan penyitaan kapal kargo afiliasi Zodiac Maritime yang dimiliki pebisnis Yahudi Inggris itu berhasil mengerem Washington.