Keinginan kuat Ukraina untuk melanjutkan peperangannya melawan Rusia, menunjukkan prospek perdamaian Eropa Barat dan Eropa Timur kian tidak jelas.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pernah mewacanakan pengiriman langsung tentara Eropa ke medan tempur Ukraina.
Usul yang sejauh ini ditentang keras elite Uni Eropa dan NATO. Meski begitu, sejatinya keterlibatan militer barat di perang Ukraina sudah dinyatakan berulang oleh Moskow.
Prancis misalnya, hadir lewat personal Legiun Asing Prancis, yang bekerja secara rahasia di garis depan Ukraina.
Sementara Inggris dan AS disebutkan menerjunkan pasukan khusus untuk membackup tentara Ukraina, yang mengoperasikan persenjataan berat kiriman mereka.
Banyak kalangan semula berharap ada perubahan signifikan Washington dalam konflik Rusia-Ukraina. Apalagi medan tempur baru tercipta di Jalur Gaza, Lebanon Selatan, dan juga Iran.
Rupanya, front-front baru yang menguras dana dan senjata ini juga tidak berpengaruh banyak bagi AS dan sekutunya.
Bahkan kebijakan agresifnya meluas ke Amerika Selatan, ketika Washington menyiapkan tekanan baru terkait minyak Venezuela.
Realitas politik menunjukkan hegemoni atau superioritas AS di dunia masih cukup kuat, meski perlahan berkurang.
Irak baru saja meneken perjanjian kerjasama dengan AS, terkait pengadaan aneka peralatan tempur berat.
Kerjasama ini sudah pasti akan menciptakan ketergantungan baru Irak terhadap sistem persenjataan AS, dan artinya akan berimbas ke politik negara itu.
Keinginan sebagian besar kalangan Irak agar militer AS hengkang dari negara itu, terbukti masih sebatas wacana belaka.
Secara keseluruhan, langkah dan keputusan AS mengucurkan triliunan rupiah bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan ini memperteguh watak imperialis dan hipokrit negara itu.
Di mata Moskow, bantuan militer kepada rezim Kiev adalah sponsor langsung terhadap kegiatan teroris Kiev, yang bertahun-tahun meriksak warga penutur Rusia di Donbass.
Dana dan senjata yang dikirim ke Taiwan merupakan campur tangan urusan dalam negeri Tiongkok, yang menganggap Taiwan tak lebih bagian provinsi mereka.
Sementara bantuan ke Israel adalah cara memompa langsung eskalasi konflik yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)